INOVASI-INOVASI PEMBELAJARAN DI MASA PANDEMI

Terapkan Drive-thru hingga Teori Semut

Riau | Minggu, 22 November 2020 - 10:05 WIB

Terapkan Drive-thru hingga Teori Semut

Pandemi Covid-19 membuat pembelajaran tatap muka dihentikan. Namun, bagi beberapa sekolah dan guru, momentum itu justru menjadi ajang unjuk kreativitas. Tak peduli di mana pun lokasinya, menggunakan sarana apa pun, pendidikan harus tetap berjalan.

(RIAUPOS.CO) - KEPALA Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 6 Kabupaten Malang Sutirjo mengakui, pandemi dan segala pembatasan membuat guru mesti berpikir keras. Mereka harus tetap bisa melayani siswa dengan menerapkan sejumlah inovasi.


Sesuai dengan namanya, yakni drive-thru, gurulah yang mendatangi siswa. Sang guru mengajar sembari duduk di bagian belakang mobil. Di dalam mobil tersebut sudah disiapkan bahan-bahan penunjang pembelajaran. Baik yang berbentuk poster maupun sejenisnya.

’’Drive-thru bisa dengan motor atau mobil,’’ kata Sutirjo.

Sebab, tidak semua area anak didiknya yang berjumlah sekitar 800 anak bisa dijangkau dengan mobil. Untuk siswa yang tinggal di daerah yang tidak bisa diakses mobil, layanan drive-thru dijalankan dengan motor.

Sutirjo menyatakan, layanan pembelajaran drive-thru itu tidak harus mengumpulkan sejumlah siswa dalam satu titik. Ada kalanya satu siswa dilayani seorang guru. Misalnya, yang dialami siswa bernama Teguh. ’’Teguh ini rumahnya di bawah pohon bambu,’’ jelasnya.

Dia kurang maksimal menjalankan pendidikan jarak jauh (PJJ) secara online. Sebab, ponselnya harus bergantian dengan adik-adiknya. Sutirjo menjelaskan, dengan kegigihan para guru, pembelajaran drive-thru tersebut berjalan lancar.

Dia menegaskan, sejak awal madrasah yang dipimpinnya menekankan untuk memberikan layanan dengan kualitas pembelajaran yang bagus. Khusus di masa pandemi ini, target utamanya keselamatan anak-anak. ’’Kesehatan dan jiwa anak-anak harus diutamakan,’’ katanya.

Melihat anak-anak didiknya bisa tersenyum dan bahagia melakoni pembelajaran di tengah pandemi sudah cukup. Tanpa perlu ditagih target nilai-nilai tertentu. Sebab, bagaimanapun, kondisi saat ini tidak ideal untuk sebuah target pembelajaran pada umumnya.

Inovasi lain yang dijalankan di MTsN 6 Kabupaten Malang adalah model pembelajaran semut. Metode itu terinspirasi dari semut yang selalu mengerumuni gula. Sistem tersebut dijalankan di awal-awal PJJ karena terbatasnya siswa yang memiliki ponsel pintar, termasuk paket datanya.

Sistem pembelajaran semut diawali dengan pemetaan posisi siswa yang terkendala akses internet dan ponsel. Pihak madrasah kemudian mencari warga yang memiliki langganan internet atau wifi di daerah tersebut. Setelah ditemukan, anak-anak yang terkendala akses internet belajar di rumah warga yang memiliki akses internet itu.

’’Jadi, akses internet di rumah warga itu seperti gula. Anak-anak belajar di sana seperti semut,’’ katanya.

Dengan model seperti itu, siswa tidak perlu lagi menghadapi kendala akses internet. Sebagai gantinya, sekolah menalangi biaya langganan internet di rumah warga tersebut. Aplikasi PJJ yang mereka gunakan adalah aplikasi dari Kementerian Agama (Kemenag). Di dalam aplikasi tersebut tersedia bahan-bahan ajar untuk dipelajari anak didik.

Inovasi tidak hanya terkait dengan model pembelajaran. Tetapi juga sampai sajian materi pelajaran. Sutirjo menyatakan, sejumlah materi pelajaran diubah menjadi tematik. Dengan cara itu, materi lintas mata pelajaran bisa digabung menjadi satu.

Selain itu, pembelajaran disisipi materi berbasis project. ’’Project-nya apa saja. Yang jelas mudah dan murah,’’ katanya. Sehingga tidak memberatkan siswa. Misalnya, project membuat makanan dengan bahan bahan di dapur rumah siswa masing-masing.

Dalam pembelajaran online atau PJJ, lanjut dia, kerap muncul keluhan kuota habis untuk mengunduh materi berupa video. Sebagai gantinya, banyak materi pembelajaran yang berwujud suara saja. Dengan demikian, kuota internet peserta didik tidak tersedot banyak. ’’Kita pakai istilah radio grek,’’ jelasnya.

Jadi, setiap menjelaskan sebuah materi, sang guru berbicara seperti penyiar radio.  Kemudian, hasil rekaman penjelasan guru itu disebar melalui WhatsApp (WA) ke anak-anak. Dengan beragam inovasi tersebut, siswa tidak sampai bosan menjalani pembelajaran di masa pandemi.

Sutirjo mengatakan, hidup di tengah pandemi saja, dengan sejumlah pembatasannya, tentu membuat siswa bosan. Apalagi jika dibebani dengan pembelajaran online yang monoton, kebosanan bisa makin bertambah.

Alumnus Program Doktoral Universitas Brawijaya itu menyampaikan, evaluasi PJJ sudah berjalan berbulanbulan. ’’Terus terang saja, tidak bisa menggantikan peran seorang guru. Khususnya sesi tatap muka,’’ katanya.

Anak-anak saat ini mengalami kerinduan untuk bertemu dengan teman-temannya di sekolah. Dengan jujur, dia mengatakan bahwa anakanak sedang mengalami kejenuhan. Terkait dengan kapan idealnya sekolah dibuka kembali, menurut dia bukan soal kawasannya sudah berstatus hijau, kuning, oranye, atau lainnya.

Tetapi, yang lebih penting adalah kesiapan gurunya. Apakah guru-gurunya sudah siap dan bisa benar-benar disiplin menjalankan protokol kesehatan. Yaitu, menggunakan masker, rajin mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak.

Manfaatkan Baki untuk Papan Tulis

Tak ada rotan, akar pun jadi. Pepatah itulah yang diterapkan Susilawati, guru SD Negeri 131 Manyollong, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Dia memakai baki untuk menggantikan papan tulis. Metode itu dia terapkan sejak pandemi Covid-19 mendera wilayahnya sekitar enam bulan lalu.

Akibat virus corona, Dinas Pendidikan Sinjai menutup kegiatan belajar-mengajar tatap muka di sekolah. Sebagai gantinya, diadakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan metode dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring).

Susilawati memilih mengajar siswanya dengan metode luring. Dia tak dapat mengajar dengan metode daring lantaran muridnya tak memiliki gawai. Karena itu, setiap hari dia harus berkunjung ke rumah murid-muridnya.

Beberapa siswa dibentuk dalam satu kelompok, lalu dikumpulkan di teras rumah. ”Ide ini (mengajar dengan baki, red) muncul karena saya tidak sanggup membawa papan tulis sekolah dari satu rumah ke rumah lainnya,’’ katanya kepada Fajar (JPG).

Padahal, jika tidak pakai papan tulis, siswa-siswanya sulit memahami materi pelajaran. ’’Karena itu, saya pakai baki,” ujar guru lulusan Universitas Negeri Makassar tersebut.(wan/sir/c13/c19/oni/das)

Laporan JPG, Jakarta

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook