Gerakkan Kembali Kader Jumantik

Riau | Senin, 22 April 2019 - 12:15 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah Kota Pekanbaru sempat mencanangkan kader juru pemantau jentik (jumantik) sebagai mitra dalam pemberantasan demam berdarah dengue (DBD). Faktanya, honor kader ini sudah setahun terakhir tak lagi ada. 

Kasus DBD di Kota Pekanbaru hingga pertengahan April 2019 sudah memakan satu korban jiwa. 
Nazhif Ahmad Ashshiddiq (6) seorang bocah laki-laki warga Sukajadi meregang nyawa karena lambat ditangani. Bocah ini meninggal dunia setelah menderita panas tinggi.

Pemko Pekanbaru untuk memberantas DBD mengimbau agar masyarakat melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk). Selain itu, kader jumantik disebut akan coba digerakkan lagi. 
Baca Juga :Drainase Pasar Induk Harus Segera Dibangun

Tanpa penganggaran honor, praktis kader jumantik sulit untuk bergerak ke rumah-rumah warga. Padahal, peran kader jumantik penting, karena mereka bukan hanya sekadar memeriksa dan membasmi jentik, tapi juga harus bisa mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat sekitar agar lebih peduli terhadap bahaya DBD. 

Tak lagi adanya honor bagi kader jumantik ini tak dibantah Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru Maisel Fidayesi saat dikonfirmasi lahir pekan lalu. ’’Itu (peran kader jumantik, red) kurang sekarang. Sekarang kami coba gerakkan lagi. Karena itu melibatkan kader, masalahnya kader honornya tidak maksimal, ya paham lah kan,’’ sebutnya. 

Penganggaran honor kader Jumantik, sebut Maisel, saat ini memang tak lagi berada di bawah Diskes Kota Pekanbaru, melainkan di anggaran kecamatan. ’’Kalau misalnya gerakan sadar, honor sadar, kadernya terakomodir, in sya Allah bisa bergerak,’’ imbuhnya. 

Ia menyebut, kader jumantik juga mengeluh padanya perihal honor ini. ’’Keluhan kadernya gitu, transport kami Buk? Dulu ada dianggarkan honor kader itu lumayan bergerak. Sekarang honor berkurang, mereka juga sulit kita gerakkan,’’ ujarnya. 

Korban meninggal akibat DBD di Kota Pekanbaru tahun 2019 adalah warga Jalan Rahmat, Gang Keluarga, RT 01, RW 04, Kelurahan Kampung Tengah, Sukajadi. Ia dilarikan ke RS Ibnu Sina Senin (8/4) dan meninggal dunia sehari kemudian, Selasa (9/4). 

Sukajadi, kecamatan tempat korban tinggal tahun ini merupakan daerah dengan penderita terbanyak DBD di Kota Pekanbaru dengan 28 kejadian. Selanjutnya, Kecamatan Senapelan 11 kasus, Kecamatan Pekanbaru Kota 4 kasus, Kecamatan Rumbai Pesisir 7 kasus, Kecamatan Rumbai 9 kasus, Kecamatan Limapuluh 10 kasus, Sail 9 kasus, Bukitraya 9 kasus, Marpoyan Damai 21 kasus, Tenayan Raya 14 kasus, Tampan 22 kasus, dan Kecamatan Payung Sekaki 22 kasus.

Angka kasus DBD di Pekanbaru hingga April 2019 ini meningkat drastis dari periode yang sama di tahun 2018. Pada April tahun lalu,  sebanyak 87 warga Pekanbaru dari 12 kecamatan terserang penyakit DBD. Kasus terbanyak terdapat di Kecamatan Tampan dengan jumlah penderita sebanyak 20 orang.
Disusul Tenayan Raya dengan jumlah warga penderita sebanyak 16 kasus, Payung Sekaki 11 kasus, 
Bukitraya dan Marpoyan Damai dengan jumlah sama yakni 9 kasus. Selanjutnya Kecamatan Sukajadi dan Pekanbaru Kota dengan jumlah penderita sama yakni 5 kasus dan tiga kecamatan lain yakni Senapelan, Limapuluh dan Rumbai Pesisir dengan jumlah penderita sama yakni sebanyak 3 kasus. Sedangkan di Kecamatan Sail hanya terdapat 2 kasus DBD dan di Kecamatan Rumbai terdapat 1 kasus.(ade)
(Laporan M ALI NURAMAN, PEKANBARU)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook