Melihat situasi yang semakin memanas, pihak kepolisian berusaha menenangkan. Irwanto bersama beberapa anggota berdialog dengan Datuk Batin Sigaleh Zamsami yang saat itu didampingi Datuk Penghulu Besar Airtiris M Yunus, Datuk Panglimo Bano Kampar H Zainal Abidin, dan lainnya. Irwanto meminta kepada Datuk untuk mengendalikan masyarakat. Menahan diri. Tidak memaksa diri menanam di lokasi lahan saat itu juga. Sebab akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Bisa saja terjadi bentrokan labih luas.
Silakan lakukan dialog dulu. Atur waktu dan tempatnya. Bicarakan ini dengan perusahaan dan pihak terkait, sehingga tidak terjadi bentrokan, pesan Irwanto.
Setelah berunding, pihak perusahaan dan masyarakat sama-sama menahan diri. Sekuriti perusahaan mulai meninggalkan lokasi. Masyarakat juga berangsur-angsur menaiki kendaraan masing-masing dan meninggalkan lokasi.
Datuk Batin Sigaleh Zamsami menjelaskan, pihaknya menuntut lahan seluas 8.500 hektare yang selama ini ditanami akasia oleh Arara Abadi dikembalikan sebagai tanah ulayat. Tanah tersebut akan dikelola untuk kemakmuran anak-kemanakan. Kami akan terus berjuang sampai ke manapun. Ini untuk masyarakat dan anak-kemanakan kami. Selama ini kami tidak menikmati hasilnya. Ini bukan untuk saya, katanya di lokasi.
Humas PT Arara Abadi Nurul Huda mengatakan pihak perusah aan bekerja sudah sesuai dengan perizinan yang dikantongi. Perusahaan tidak mungkin mengambil di luar izin yang diberikan pemerintah. Tapi perusahaan tetap menghargai jika ada pihak yang merasa memiliki lahan. Tentu dengan bukti-bukti kepemilikan yang sah.
Kami tetap membuka dialog. Kalau ada bukti-bukti yang sah, silakan ajukan ke pihak-pihak berkompeten, kata Nurul Huda, Ahad (29/10) siang.
Nurul berharap masyarakat menempuh jalur resmi dan tidak melakukan aksi di luar ketentuan yang bisa menimbulkan gesekan di lapangan.(aga)