Dengan seremonial sederhana ala warga desa, suguhan dua warga yang bersilat tersaji begitu UAS tiba di depan pondok. UAS melihat sambil manggut-manggut, silat selesai dia kemudian dibawa ke lantai dua pondok. Lantai dua ini baru dikerjakan sebagian saja. Pekerjaan baru pada rangka kayu pada empat sudut sisi yang menyatu ke tengah pada kuda-kuda atap tanpa menutup. Malam itu pertemuan warga desa dan UAS di pondok beratapkan langit malam.
Selayaknya peresmian, UAS dipersilakan duduk. MC membuka acara dan memperkenalkan tokoh masyarakat dan perangkat desa. Perwakilan pemuda setempat, Dedi menjadi salah satu orang yang dipersilakan maju memberikan sambutan. Dedi maju, berdiri di depan UAS, terbata-bata karena gugup dia memperkenalkan diri. Dia meminta izin untuk duduk bersila karena sungkan dan tak sanggup berdiri di depan orang ramai. Perkenalan kembali dilanjutkannya, hingga kemudian sebaris kalimat menyentak disampaikannya.
’’Saya ingin menyampaikan, kami di sini ingin berubah. Kami semua di sini tidak ingin dianggap orang pedalaman atau desa yang tertinggal,’’ ucapnya.
Tepuk tangan seketika menyeruak di lantai seluas 12 meter x 12 meter itu. Dedi menghela napas lega. Dengan kelegaan pula dia menutup sambutannya. ’’Saya tidak memperpanjang kalimat saya, maklum saya baru pertama kali duduk di hadapan orang ramai. Saya akan berpantun. Jalan-jalan ke Dusun Datai, pergi ke hilir naik rakit. Jangan biasa duduk bersantai kalau tak mau hidupmu sakit,’’ sambungnya.
Dusun Lemang berjarak enam jam perjalanan dari Pekanbaru. Dari jalan Lintas Timur ke arah Provinsi Jambi, dusun ini dapat dituju dengan melintas ke kanan pada Seberida. Dari simpang 16 km jalan yang harus ditempuh ke Dusun Lemang. Jalan ini hanya 6 km yang beraspal. Sisanya jalan yang terbentang merupakan jalan pasir batu dengan beberapanya tanah liat yang licin ketika hujan. Perjalanan ke dalam akan melalui tiga jembatan dengan yang pertama merupakan jembatan kayu rusak. Di jembatan ini terdapat lubang berukuran 1 meter x 1 meter pada satu bagian ditutup kayu seadanya dan hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Kendaraan roda empat yang akan melintas harus lewat ke sisi samping melintas sungai.
Pondok Lemang yang mulai beroperasi akan mendidik anak-anak tamatan SD asal Desa Rantau Langsat. Di desa ini, ada beberapa dusun. Yakni Lemang, Pebidayan, Siamang, Bengayawan, Nunusan, Air Bomban, Sadan, Suit, dan Datai adalah dusun paling ujung ke arah hulu Sungai Gangsal menuju TNBT. Letak dusun-dusun ini terpencil dan hanya bisa diakses melalui sungai menggunakan boat ke hulu menuju TNBT dan jalan setapak. Mayoritas penduduknya Suku Talang Mamak. Waktu perjalanan mengakses dusun-dusun ini bervariasi antar satu hingga empat hari tergantung ketinggian air sungai. Jika surut, perjalanan bisa memakan waktu lebih karena masyarakat harus turun dan mengangkat boat yang digunakan akibat hadangan bongkahan batu di dasar sungai. Listrik PLN sebagai penerangan penduduk hanya sampai di Dusun Lemang, sisanya penduduk dusun lain mengandalkan mesin genset.
Anak usia sekolah pada Dusun Datai, Sadan, Nunusan dan Air Bomban mengenyam pendidikan di SD kelas jauh yang diasuh Pak Tatung. Sejarah panjang dilakoninya sejak 2001 untuk menyadarkan masyarakat Talang Mamak agar tahu pentingnya anak-anak bisa belajar menulis dan berhitung. Dari satu SD di Datai, dia kemudian membuka sekolah di tiga dusun lainnya, Sadan, Nunusan dan Bengayawan.
Kegundahan muncul kala Pak Tatung terpikir bagaimana nasib anak didiknya yang sudah tamat SD. SMP terdekat terletak di Desa Siambul, desa tetangga berjarak 7 kilometer. Dengan jarak tempuh yang cukup jauh dan terkendala biaya, banyak di antara anak didiknya yang akhirnya tak melanjutkan sekolah. Nasib kemudian mempertemukannya dengan Reza yang mengikuti kegiatan pengisi libur semester UIN Suska Mengajar tahun 2013. Setahun berselang, Reza dengan gairah yang sama dalam mengembangkan pendidikan membantu Pak Tatung membuat SD di salah satu dusun di sana.