JAKARTA dan PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Presiden Joko Widodo kembali menegur pemda yang kurang gesit dalam menyerap anggaran. Untuk itu, Presiden Jokowi meminta seluruh kepala daerah mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati untuk bekerja di atas standar.
"Ini lah kenapa saya sampaikan kenapa kita tidak boleh bekerja rutinitas dan standar. Kenapa ini saya sampaikan karena belanja di daerah itu masih sampai hari ini, belanja APBD baru 39,3 persen. Hati-hati ini baru Rp472 triliun," jelasnya dalam pembukaan Rakornas Inflasi, Kamis (18/8).
Jokowi menyebut, dirinya selalu rutin mengecek dana APBD yang mengendap di perbankan. Per Agustus 2022, jumlahnya masih sangat besar. Yakni Rp193 triliun. "Saya selalu cek APBD di bank. Hal-hal seperti ini harus saya cek dan saya harus tahu angkanya ternyata masih Rp193 triliun, sangat besar sekali. Ini harus didorong untuk memacu pertumbuhan ekonomi di daerah," tegasnya.
Jokowi bukanlah orang pertama yang menyentil pemda karena lamban menyerap anggaran. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga berkali-kali menegur hal serupa. Ani mengingatkan agar para pemda segera membelanjakan dana yang selama ini masih menumpuk di bank. Dengan begitu, perekonomian masing-masing daerah bisa terdorong.
"Kita berharap bahwa transfer dana pemerintah pusat ke daerah tentu segera bisa memutar perekonomian di daerah," tuturnya, baru-baru ini.
Jika dirunut selama tiga bulan ke belakang, dana pemda di perbankan selalu ada di atas Rp200 triliun. Mei sebesar Rp200,75 triliun, Juni Rp220,95 triliun, dan Juli Rp212,4 triliun.
Lagi-lagi, Jawa Timur menjadi pemda yang tercatat memiliki dana ngendon di perbankan yang paling banyak. "Ini masih paling tinggi, meskipun sudah mulai mengalami penurunan dari Juni ke Juli," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Pada posisi kedua tertinggi dilihat dari dana kabupaten kota di bank, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Barat. Hal itu merupakan persoalan lama yang terus-menerus berulang. Kondisi itu membuat pemerintah pusat memberikan ‘sanksi’ bagi pemda yang lamban melakukan belanja.
Sementara itu, inflasi Provinsi Riau masuk dalam lima besar nasional. Hal tersebut diketahui pada Rakornas pengendalian inflasi 2022 secara virtual yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan diikuti oleh Gubernur Riau di Gedung Daerah Riau secara virtual, Kamis (18/8).
"Kita lihat ada lima provinsi dengan tingkat inflasi tertinggi. Jambi 8,55 persen, hati-hati. Kemudian, Sumatera Barat (Sumbar) 8,01 persen. Selanjutnya, Bangka Belitung 7,77 persen. Riau 7,04 persen, dan Aceh 6,97 persen. Ini harus dilihat secara detail, yang menyebabkan ini apa," kata Presiden Joko Widodo.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar mengatakan bahwa pengendalian inflasi di Riau adalah pekerjaan rumah bersama. Harus dicarikan solusinya bersama-sama. "Ini pekerjaan rumah kita bersama. ini harus jadi kerja keras kita bersama agar inflasi di Riau dapat dikendalikan dengan baik," kata Syamsuar.
Syamsuar mengatakan, saat ini tidak boleh lagi kerja standar, harus ada terobosan dan inovasi. Karena itu, pihaknya akan langsung mengumpulkan para kepala dinas terkait untuk mencarikan solusinya. "Jadi kalau pertumbuhan ekonomi baik, inflasi harus ditekan. Pak Presiden minta harus di bawah 5 persen. Ini harus jadi kerja keras kita bersama," ujarnya.