Vaksin MR Wajib Sertifikasi Halal

Riau | Jumat, 03 Agustus 2018 - 20:25 WIB

Vaksin MR Wajib Sertifikasi Halal
TUTUP MATA: Murid SDN 002 Jalan Kesehatan Pekanbaru menutup matanya saat petugas medis memberikan suntikan imunisasi measles rubella (MR), Rabu (1/8/2018). (CF1/MIRSHAL/RIAU POS)

LPPOM MUI, kata dia, juga tak diragukan lagi tingkat kepercayaannya. Karena, lembaga ini sudah terbentuk sejak 27 tahun silam. “Itu kan lembaga yang sudah hidup selama 27 tahun. Bukan barang baru,” tegasnya.

Baca Juga :MUI Lakukan Penelitian tentang Kenakalan Remaja di Kabupaten Siak

Nazir menyebut, bahwa pemerintah harus menjadi contoh bagi produsen obat lainnya.

“Itu sudah ada undang-undangnya. Semua harus patuh dan tunduk terhadap aturan tersebut. Wajib itu. Untuk konsumsi umat Islam, harus melalui itu. Tidak boleh tidak,” sambungnya.

Sementara itu Ketua Komisi V DPRD Riau Aherson meminta agar kandungan yang terdapat dalam vaksin tersebut dibuka ke khalayak.

Agar masyarakat bisa tahu sekaligus menjawab kekhawatiran yang terjadi selama ini. Dikatakan Aherson, jika MUI menyatakan secara medis vaksin MR haram, ia meminta agar MUI membuka ke khalayak secara terang benderang. Sekaligus memperjuangkan masalah tersebut hingga di tingkat pusat.

“Karena kan ini program nasional. Kami DPRD mendorong jika memang tidak halal secata produk, kami minta ada penjelasan secara medis kepada masyarakat luas. Entah itu diumumkan ke koran, radio, tv atau media sosial,”katanya.

Ia menambahkan, jika MUI telah menfatwakan haram maka secara otomatis MUI telah mengetahui kandungan vaksin secara medis. Ia menantang agar MUI mau membeberkan kandungan apa saja yang menyebabkan vaksin tersebut haram.

Imunisasi Tekan Dampak Campak dan Rubella Berdasarkan data tahun 2013-2015, 89 persen anak Indonesia dibawah usia 15 tahun menderita campak dan 77 persen terkena Rubella. Salah satu cara bidang kesehatan untuk menghindari atau mencegah agar angka tersebut dapat ditekan adalah melalui imunisasi.

Pemerintah terus menyadarkan masyarakat tentang arti penting vaksin MR. Khususnya di Riau yang sudah mulai dicanangkan terhitung 1 Agustus kemarin secara serentak bersama daerah lain diluar Pulau Jawa. Perihal haram dan haramnya vaksin, sebenarnya juga terjadi pada tahap pertama pelaksanaan di Pulau Jawa pada 2017. Di mana terjadi penolakan sebagian masyarakat terhadap imunisasi, alasannya antara lain karena vaksin diragukan kehalalannya.

Hal ini menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Mimi Yuliani Nazir sudah menjadi perhatian MUI, dan menjadi salah satu faktor pertimbangan Komisi Fatwa MUI mengeluarkan Fatwa MUI nomor 4 tahun 2016 tentang imunisasi.

“Meskipun sudah dua tahun berselang sejak fatwa ini dikeluarkan dan disosialisasikan ke masyarakat, keraguan mereka terhadap imunisasi sepertinya masih ada. Kami tidak masuk lebih jauh ke ranah tersebut, namun sebagai program pemerintah untuk  meningkatkan kesehatan dan menghindari/mencegah anak-anak bangsa dari kecacatan dan kematian, maka in sha Allah program ini tetap dijalankan,” papar Mimi.

Dengan data dan fakta yang terjadi sejak 2013 lalu dimana angka anak usia 9 bulan hingga di bawah 15 tahun terdampak campak dan rubella di atas 75 persen memang ditegaskan Mimi tak ada jalan lain mencegah kecuali melalui imunisasi.  “Apa mau dapat penyakit dulu baru diobati, tentu tidak,” tambahnya.

Ketika vaksin MR dikeluarkan dan dipakai 140-an negara di dunia. Termasuk negara-negara Islam dan negara tetangga seperti Malaysia yang juga sudah melaksanakan proram ini. Berdasarkan kajian WHO, Kemenkes, universitas dan para pakar tahun 2014 terhadap kondisi di Indonesia memang perlu dilakukan kampanye imunisasi campak rubella.

“Secara serentak kita sudah mulai dengan target pencapaiannya minimal 95 persen,” kata Mimi.

Dengan imunisasi campak dan rubella, sambung Mimi, maka bagi anak usia dibawah 15 tahun akan terbentuk kekebalan kelompok yang menyebabkan virus campak dan rubella tidak bisa menularkan lagi. Terutama yang berdampak sangat berbahaya terhadap ibu-ibu hamil trisemester pertama. “Untuk vaksin halal atau haram itu kita serahkan mekanismenya ke pusat. Tapi kajian soal vaksin MR ini sudah jelas ketika awal munculnya di mana dari bahan pembuatan dipastikan tidak mengandung berbahan dari yang haram maupun proses pengolahannya,” papar Mimi.

Di sisi lain pentingnya imunisasi tersebut bagi anak usia 9 bulan hingga sebelum berusia 15 tahun merupakan salah satu jalan bagi pemerintah guna menjaga kesehatan aset bangsa untuk beberapa puluh tahun ke depan. Hal itu dikatakan Ketua Komisariat Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komda Kipi) Riau dari tahun 2015 dr Riza Iriani Nasution SpA.

“Imunisasi ini penting, untuk anak usia 9 bulan sampai sebelum usia 15 tahun. Ini untuk menjaga aset berpuluh tahun ke depan. Jika perempuan saat ini tidak diimunisasi maka tentu aset-aset negara akan banyak tidak bermanfaat atau produktif ke depannya. Misal, sekarang anak itu berusia 15 tahun, sepuluh tahun kemudian dia menikah terus hamil. Tidak imunisasi, berpeluang rubella menyerang janin dan menyebabkan gangguan kecerdasan dan lainnya. Maka ujungnya tentu akan membebani keluarga dari segi biaya. Hingga ke pemerintah dengan pembiayaan BPJS,” ujar dosen luar biasa Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

Dikatakan Riza, jika virus rubella ini menyerang wanita hamil muda di tiga bulan pertama atau trimester pertama kehamilan, maka dapat menyebabkan anak di dalam kandungan keguguran atau jika lahir mengalami kecacatan.

Orangtua Ragu terhadap Vaksin MR

Sejumlah orangtua mengaku ragu mengizinkan anaknya diberi imunisasi campak dan rubella setelah mendengar kabar vaksin belum ada sertifikat halal dari MUI.

Salah satu orangtua siswa, Ria mengatakan sebelumnya ia telah menandatangani pernyataan setuju yang diberikan oleh pihak sekolah, namun saat ini ia menjadi ragu karena adanya fatwa MUI itu.

“Saya jadi ragu, ada dua anak saya yang akan divaksin. Satu di SD, dan satunya di SMP. Setelah saya tanda tangan, barulah saya dapat kabar dari teman saya tentang vaksin itu. Saya nggak maulah kalau anak saya ada apa-apa,” ujarnya.

Orangtua lain Umi juga mengatakan keraguannya mengizinkan anaknya divaksin yang dilaksanakan di sekolah.  “Untuk sekarang ini saya jelas masih ragu. Saat ini orangtua disuruh buat pernyataan setuju atau nggak, terus anak kami disuntik. Kalau setelah disuntik ternyata baru dikeluarkan halal atau nggaknya bagaimana? Kalau halal alhamdulillah, kalau tidak, siapa yang mau nanggung sementara anak kami sudah disuntik,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 20 Zamhuri SPd mengatakan pihaknya akan tetap melaksanakan vaksin sesuai dengan anjuran dari dinas terkait.  “Kami tetap laksanakan vaksin, karena tidak bisa berpanduan terhadap itu. Apalagi di spanduk-spanduk dan media lainnya saya lihat memang dianjurkan untuk melakukan itu,” katanya.(dal/nda/egp/cr9/cr8)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook