PEKANBARU (RIAUPOS.CO)-Pertamini menjamur di Riau. Ada yang manual, ada pula yang telah dilengkapi alat pompa digital. Hal ini menjadi dilema. Di satu sisi, keberadaannya ilegal. Di sisi yang lain, pertamini ini diperlukan masyarakat.
Hal tersebut diakui oleh Komite Badan Pengatur Hilir (BPH) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Hendry Ahmad saat melaksanakan sosialisasi yang bertema Terwujudnya Sinergitas Instansi dalam Rangka Pengamanan Kegiatan Usaha Pengangkutan dan Niaga Gas Bumi melalui Pipa untuk Menunjang Pembangunan Nasional di Pekanbaru, Kamis (15/11) siang.
Kata Hendry, pemilik pertamini ini membeli minyak ke SPBU. Padahal itu tidak diperbolehkan. Kemudian kata dia, keberadaan pertamini ini ilegal. Selain itu, juga tidak memenuhi standar teknis penjualan. Baik standar keselamatan, maupun standar harga.
“Ini merugikan masyarakat dari aspek keselamatan. Kadang merokok sambil mengisi. Ini yang jadi sorotan kita. Ada kasus yang terbakar dan menimbulkan korban. Standar harga tak ada. Masyarakat membeli dengan harga yang tidak ada acuan,” katanya.
Oleh karena itu, Pertamina disarankan untuk mendirikan usaha sejenis, yang memberdayakan masyarakat. “Kita harus menciptakan bisnis sejenis dengan skala yang sama. Di Jawa sudah ada beberapa yang didirikan. Dispensernya sudah memenuhi standar teknis dan keamanan,” kata dia.
Harga pompa atau dispensernya kata dia, mencapai Rp200 juta. “Investasi tidak mahal. Ada yang Rp200 juta. Besok ini mungkin ada yang Rp50 juta,” sebutnya.
Ke depan kata dia, bisnis ini akan dikembangkan juga ke daerah-daerah, termasuk di Riau. “Kalau sudah ada di daerah, mereka yang sudah terlanjur, bisa bergabung. Atau pemerintah harus memfasilitasi untuk kebutuhan pembiayaannya,” ujarnya.
Sementara, anggota DPR RI Muhammad Nasir juga menyoroti hal tersebut. Di Riau katanya, banyak bertumbuhan pertamini yang menggunakan pompa digital. Sudah semacam SPBU yang sebenarnya, padahal ilegal.
“Pertamini memang masih ilegal. Harus punya izin dari aturan yang ada. Saya akan komunikasikan dengan Pertamina, ESDM dan BPH Migas. Kita harus membuat mereka legal,” katanya.
Menurut Amin, pertamini ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Riau kata dia, memiliki banyak daerah-daerah pelosok yang sulit untuk mendapatkan BBM. Dengan bantuan pertamini ini, tentu membantu masyarakat untuk mendapatkan BBM.
“Pertamini ini memang sangat dibutuhkan di Riau. Sebab, jarak desa-desa dengan SPBU cukup jauh. Sulit untuk dijangkau oleh masyarakat,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia meminta agar pemerintah daerah mendata berapa jumlah pertamini di Riau ini. “Saya butuh datanya. Kita akan berupaya untuk membuat regulasinya agar mereka legal,” ujarnya.
Dia ingin, masyarakat yang mendirikan pertamini, bukanlah orang-orang yang dari kalangan ekonomi atas. Namun dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Salah jika mereka dilarang untuk berjualan. Oleh karena itu, mereka harus dilegalkan.
“Bagaimana caranya dilegalkan, tapi tidak ada sanksi hukumnya. Jadi mereka tetap berjualan, standarnya ada,” ujar dia.(mng)
(Laporan SARIDAL MAIJAR, Pekanbaru)