MASYARAKAT DITUNTUT CERDAS KENALI INVESTASI BODONG

Bahaya Ingin Cepat Kaya

Riau | Kamis, 06 Februari 2020 - 09:16 WIB

Bahaya Ingin Cepat Kaya

Yusri mengatakan, OJK Riau telah rutin mengedukasi masyarakat melalui sosialisasi terkait investasi secara kontinu. Menurut Yusri, tahun ini sosialisasi tetap akan dilakukan kepada masyarakat. Selain itu, Yusri menuturkan pengawasan saat ini berfokus pada perlindungan konsumen. Di mana ada market inteligent yang bekerja mencari data dan informasi bahkan masuk dalam komunitas-komunitas. Tak hanya itu, OJK juga menerima laporan dari masyarakat terkait perusahaan atau entitas merugikan yang bergerak di bidang keuangan.

"Kami ada satgas investasi. Terdiri dari 13 kementerian/lembaga yaitu OJK, Bank Indonesia, Kementerian Kominfo, Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan, Kemendagri, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kemendikbud, Kemenristek, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, PPATK dan BKPM," terangnya.


Pengamat sosial dari Universitas Riau (Unri) Dr Ahmad Hidir mengatakan hal itu termasuk kultur. Dikatakan Hidir, seperti dikatakan dalam buku Mukhtar Lubis, memang ciri-ciri orang Indonesia ingin cepat kaya dengan cara menerabas atau cara instan.

Kedua, dikarenakan era media sosial (medsos), terkadang masyarakat kurang mencari informasi. Meskipun telepon genggam yang dipakai adalah handphone cerdas, sayang, sebagai pengguna kita kerap kurang cerdas.

"Dalam hal informasi, kurang merata. Kemudian dari OJK dan lainnya tidak transparan dalam memberi informasi mana yang benar dan yang tidak. Sehingga masyarakat bingung," sebutnya.

Artinya, hal tersebut (kultur dan kurang cerdas) yang memengaruhi masyarakat sehingga mudah tergiur. Karena memang dalam kehidupan sosial, ada kecende­rungan terlihat memiliki barang tersier lebih diusahakan dibanding menjalani proses semestinya.

Lebih lanjut Hidir mengi­ngatkan, baik media maupun pemerintah harus lebih gamblang menyatakan investasi yang legal maupun ilegal. Harus dibuka seluas-luasnya ke publik.

"Setelah masalah muncul baru ketahuan ilegalnya. Sebetulnya ini bisa diantisipasi pemerintah dengan menjalankan bisnis yang ada perizinan. Tak ada izin, ungkap ke publik," urainya.

Itu dikarenakan, bisnis harus mempunyai izin yang diperketat dan jelas. Dengan demikian, masyarakat tidak tertipu. Di sisi lain, masyarakat memang dituntut cermat sehingga tidak tergiur dengan cara-cara instan.

"Biasanya memakan korban bukan yang pertama. Melainkan konsumen yang sudah ke sekian. Jadi ketika melihat si A, B, C dan lainnya berhasil, kemudian tergiur. Siklusnya begitu kan selama ini," jelasnya.

Dikatakan Hidir, tanggung jawab pemerintah masih kurang dalam hal ini. Untuk masyarakat yang beragam, mungkin bisa membeli telepon genggam yang mahal, namun dalam memanfaatkannya kurang begitu cakap.

"Era sekarang digital, revolusi 4.0 dan lainnya. Itu misi pemerintah. Namun, nyatanya tidak begitu," katanya.

Lebih lanjut, banyaknya website yang palsu pun sebenarnya harus ditindak. Bukan hanya web porno saja, namun web bodong atau nggak jelas pun harus ditindak sebenarnya.Kepada masyarakat, Hidir mengimbau harus lebih berhati-hati jika ingin berinvestasi. Kemudian, di era digital harus lebih melek kepada bisnis yang nyata bukan yang hoaks.

"Jangan mudah percaya label. Misalnya perumahan syariah dan lainnya," tutupnya.

Sementara psikolog Itto Nesyia Nasution MPsi menyebut yang namanya manusia siapa yang tidak tergiur dengan mengeluarkan sedikit uang tapi dapat untung banyak dalam waktu yang singkat.

Kenapa ini bisa terjadi? Menurutnya karena ada beberapa kemungkinan yang membuat ini terus berulang. Diawali dengan orang yang menawarkan biasanya orang terdekat yang dalam hal ini bisa saja orang yang tepercaya.

"Sehingga trust (kepercayaan, red) sudah terbangun lama dan calon korban mau untuk ikut," kata Itto.

Kemudian, lanjutnya, adanya kondisi di mana calon korban dalam keadaan perlu uang. Sehingga ketika ada orang yang menawarkan tanpa berpikir panjang sudah langsung memutuskan ikut.  Lalu dijelaskan psikolog ini pula, bisa saja calon korban melihat sendiri keuntungan itu secara langsung.

"Misalnya ada saudaranya ikutan dan pernah dapat untung besar, sehingga calon korban punya keinginan untuk ikutan karena melihat sendiri untungnya," sambungnya.

Masih menurut Itto, sebenarnya langkah antisipasi agar tidak terjerumus dari tawaran investasi seperti itu cukup mudah. Namun kenyataannya sulit dilakukan saat bujuk rayu itu mulai masuk ke dalam diri seseorang.

"Langkah antisipasinya ya mencari informasi sebelum mengambil keputusan. Cari review, dan juga cari kemungkinan lain selain pinjaman online. Karena, tidak akan mungkin segala sesuatu itu didapat dengan cukup mudah tanpa kita berusaha, dan hanya menikmati perputaran uang tersebut saja," ungkapnya.(rir/s/ayi/*2/ted)

Laporan: TIM RIAU POS









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook