PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- KASUS investasi bodong alias ilegal, MeMiles seolah mengulang kejadian serupa yang terjadi sebelum-sebelumnya. MeMiles, disebut sudah mengumpulkan sampai Rp750-an miliar. Kemudian dilaporkan, dan ditutup 18 Desember 2019. Sebelumnya, tak ada yang menyebut investasi ini ilegal.
Kerugian ratusan juta hingga miliaran rupiah harus diderita korban dan terpaksa berurusan dengan polisi. Sayangnya, pemerintah, khususnya di bidang jasa keuangan dinilai minim sosialisasi sebagai antisipasi dini. Kecenderungan masyarakat yang ingin menjadi kaya dalam waktu cepat malah menimbulkan bahaya. Karena itu menjadikan investasi yang sebenarnya merugikan masyarakat terus muncul di Tanah Air. Minimnya informasi hendaknya dapat menjadi pertimbangan publik yang ingin berinvestasi. Melihat contoh kasus MeMiles pula, Riau Pos mencoba mencari informasi perihal laporan-laporan di kepolisian perihal investasi serupa. Atau nama-nama bisnis ilegal atau bodong di Bumi Lancang Kuning.
Ternyata, yang terdata di Riau dari informasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya satu investasi, yaitu di sektor perkebunan. Namanya kebun kurma. Dikabarkan ada di Kampar. Namun kebunnya tidak ada, dan laporan di kepolisian juga belum ada. Selebihnya, keseluruhan investasi ilegal yang terdata, tidak ada yang berkantor di Pekanbaru.
Pertengahan Januari lalu, Polda Jawa Timur menyita mobil Toyata Fortuner dan Mitsubishi Pajero milik Maulidi Hilal SH MSi. Dua unit mobil merupakan reward yang diterima Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Riau, dari investasi bodong MeMiles PT Kam and Kam.
Hal itu diketahui setelah Maulidi Hilal menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Riau, Jalan Gajah Mada, Pekanbaru, beberapa waktu lalu. Dia dimintai keterangan dalam pengusutan dugaan investasi ilegal yang beromzet ratusan miliar rupiah. Proses pemeriksaan terhadap pejabat Kanwil Kemenkumham Riau ini berjalan selama hampir sepuluh jam.
Direktur Reskrimsus Polda Jawa Timur Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengakui, pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap Maulidi Hilal. Pemeriksaan ini merupakan pengembangan pascapengungkapan investasi bodong MeMiles yang memiliki omzet Rp750-an miliar. Pemeriksaan Kadiv Pas Kemenkumham Riau itu dijelaskan Gidion, setelah beredar video yang diunggah di Youtube tentang testimoni reward yang diterima member MiMiles pada 14 Oktober 2019 lalu. Dalam video itu, testimoni awal diberikan oleh F Suhanda, General Head Leaders MeMiles. Lalu, muncul testimoni kedua yang diberikan penyanyi Eka Deli, dan dilanjutkan testimoni Maulidi Hilal.
Saat itu Maulidi Hilal yang mengenakan pakai dinas menceritakan bahwa sang istri yang lebih dulu mendaftar di MeMiles dan mendapatkan reward satu unit mobil. Atas kondisi ini, maka dirinya memutuskan berinvestasi Rp7 juta dan mendapatkan satu mobil Pajero. Kemudian, tak berselang lama kembali menerima reward satu unit mobil Toyota Fortuner.
"Sebenarnya sudah muncul di media sosial ada (video) satu testimoni yang disampaikan yang bersangkutan. Sehingga, dilakukan klarifikasi," sebut mantan Dir Reskrimsus Polda Riau.
Ditambahkan Gidion, hasil pemeriksaan diketahui Maulidi Hilal sudah lama menjadi anggota MiMelis dan sudah beberapa kali melakukan investasi di perusahaan tersebut. Ketika disinggung selain Maulidi Hilal, apakah ada pegawai Kemenkumham yang menjadi member MeMiles, Gidion mengaku, belum dapat memastikannya dan tidak menutup kemungkinan hal tersebut ada. Karena, pihaknya masih terus melakukan pengembangan.
Sementara, modus perusahaan ilegal itu bergerak di bidang jasa pemasangan iklan dengan menggunakan sistem penjualan langsung melalui jaringan keanggotaan. Dari modus ini, para tersangka dapat merekrut setidaknya 264 ribu anggota. Dalam aksinya, aplikasi ini meminta tiap anggota untuk men-top up dana investasi mulai dari nominal Rp50 ribu hingga Rp200 juta.
Selain Maulidi Hilal, mantan Dir Reskirmsus Polda Riau itu menyakini, ada warga Bumi Melayu yang bergabung menjadi member dari MeMiles. Hal itu karena perusahaan investasi bodong pernah melakukan business opportunity presentation (BOP) di Riau, beberapa waktu lalu. BOP ini merupakan kegiatan seperti seminar untuk mengajak masyarakat bergabung menjadi member dan berinvestasi di MeMiles.
Kepala OJK Riau Yusri menyesalkan tindakan masyarakat yang mudah terpengaruh iming-iming menggiurkan. Dikatakannya, OJK sering sekali memberikan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat agar berhati-hati dalam memilih investasi.
"Sering kali OJK memberikan sosialisasi ke masyarakat. Kadang masyarakat tidak rasional dan terbawa emosi karena tergiur bonus yang menggiurkan," kata Yusri.
Terkait MeMiles, Yusri mengatakan entitas tersebut termasuk salah satu entitas yang dihentikan satgas waspada investigasi pada 2019 lalu. Dalam siaran pers pada 2 Agustus 2019 lalu, OJK telah mengimbau masyarakat bahwasanya kegiatan yang dilakukan PT Kam and Kam ilegal dan tidak memiliki izin. Yusri pun menjelaskan ciri-ciri investasi yang dinilai merugikan masyarakat. Seperti membayarkan bunga simpanan, tetapi hanya beberapa bulan. Berikutnya tidak ada izin, mencari calon penyetor simpanan secara diam-diam, mengirim petugas marketing door to door, tidak ada kantor cabang secara fisik dan hanya sebatas menunjuk penanggung jawab.
Selain itu, ciri-cirinya menurut Yusri adalah pengharapan hasil yang tinggi (lebih dari lima persen per bulan). Kemudian menjamin pasti untung tanpa risiko rugi, menjamin produk akan dapat dibeli kembali, merekrut konsumen baru dan akan mendapat bonus besar.
"Biasanya mereka memberikan testimoni dari artis, pemuka agama dan menjanjikan modal sewaktu-waktu dapat ditarik atau fleksibel," bebernya.
Atas kondisi investasi ilegal yang menjanjikan iming-iming keuntungan besar kian marak beredar. Hal ini tentu saja merugikan masyarakat, karena investasi tersebut memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk menipu dengan cara mengumbar janji pemberian imbal hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar. Berdasarkam siaran pers OJK, Satgas Waspada Investasi hingga akhir November 2019 lalu, juga sudah menghentikan 182 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat.
Dari 182 entitas tersebut, 164 perdagangan forex tanpa izin, delapan investasi money game, dua equity crowdfunding ilegal, dua multilevel marketing tanpa izin. Juga ada satu perdagangan kebun kurma, satu investasi properti, satu penawaran investasi tabungan, satu penawaran umrah, satu investasi cryptocurrency tanpa izin dan satu koperasi tanpa izin.