RIAU (RIAUPOS.CO)-Gubernur Riau terpilih Drs H Syamsuar MSi didaulat menjadi pembicara pada seminar nasional gambut (SNG) 2018, yang ditaja oleh Forum Mahasiswa Pascasarjana Riau (Fompasri) Bogor, Sabtu (10/11) di Gedung Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK) Prodi Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Bupati Siak definitif tersebut mengingatkan kepada seluruh pakar dan ahli soal gambut, agar dapat mengkaji dengan benar tata kelola gambut, sehingga dapat bermanfaat sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam paparannya, Syamsuar menjelaskan bahwa Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi dengan lahan gambut terluas di Indonesia. Tanah gambut sendiri disebut sebagai jenis tanah yang terbentuk dari beragam akumulasi sisa-sisa tanaman yang setengah membusuk, sehingga kandungan bahan-bahan organiknya masih tinggi. Dalam istilah asing, tanah gambut disebut peat land. Penyebutan ini didasarkan atas awal mula terbentuknya, yakni di lahan-lahan basah.
Sejauh ini, persoalan tanah gambut masih tetap diperdebatkan, terutama terkait dengan bencana asap yang diduga berasal dari tanah gambut yang sejatinya memang mudah terbakar.
‘’Untuk meminimalkan hal tersebut, maka diperlukan tatakelola gambut yang baik dan benar, dengan harapannya dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat tempatan, ditandai dengan terjadinya peningkatan kesejahteraan hidupnya,” papar Syamsuar.
Tampil sebagai keynote speaker, Syamsuar menyebut tanah gambut Riau sebagai Rahmat Allah SWT yang pantas disyukuri. Hal ini didasarkan atas pemikiran ilmiahnya bahwa gambut memiliki banyak keunggulan yang barangkali tidak dimiliki oleh jenis tanah lainnya. Dengan keunggulan yang dimiliki gambut, Syamsuar berharap ke depannya Riau dapat dijadikan sebagai basis kajian gambut nasional maupun internasional.
Terlepas dari keunggulan spesifik yang dipunyai gambut, hal yang terus menjadi perdebatan publik terkait dengan gambut itu sendiri bersumber sejak adanya perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI), yang memanfaatkan tanah gambut sebagai perluasan wilayah tanam. Namun, Syamsuar sendiri tidak menampik bahwa keberadaan perkebunan kelapa sawit dan HTI dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah.
“Cukup besar sumbangannya bagi pembangunan daerah, namun jika dampaknya negatif bagi lingkungan, inilah yang perlu dikaji ulang, bagaimana tatakelola yang jitu, benar-benar teruji baik, sehingga sumbangan untuk pembangunan daerah dapat dinikmati oleh masyarakat, dan dampak negatif penggunaan tanah gambut untuk kedua jenis usaha tersebut juga dapat diminimalkan,” kata Syamsuar.