PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Kasusperundungan (intimidasi) kembali berulang di dunia pendidikan Indonesia. Kali ini terjadi di SMPN 38 Pekanbaru. Korbannya berinisial MFA (14) pada Selasa (5/11) lalu sekitar pukul 09.00 WIB saat proses belajar-mengajar. MFA menderita patah tulang hidung, dan harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Awal Bros, Jalan Sudirman, Pekanbaru. Diduga dia mengalami kekerasan dari dua temannya berinisial M dan R.
Saat ini kondisi korban sudah mulai membaik usai menjalani operasi. Hanya saja dia belum diizinkan pulang oleh pihak rumah sakit, karena masih menunggu proses penyembuhan.
Kepada Riau Pos, Mukhtar, paman korban menceritakan, perundungan atau bully terhadap ponakannya itu sudah terjadi sejak naik kelas II SMP. Korban yang pendiam tidak pernah menceritakan ke wali kelas. Dia juga tidak pernah melawan karena merasa di bawah tekanan dengan diancam teman yang merundungnya.
"Sampailah puncaknya keponakan saya ini berdarah-darah dan hidungnya patah. Kejadian itu terjadi pada 5 November lalu. Kemudian kami melapor 7 November ke Polresta Pekanbaru," kata Mukhtar kepada Riau Pos, Jumat (8/11).
Mukhtar menjelaskan, alasan pihaknya tidak melaporkan saat itu juga karena pihak keluarga masih menunggu itikad baik dari pelaku dan guru sekolah.
"Yang datang ada dari pihak sekolah meminta maaf, tapi pelaku dan guru di kelas saat kejadian tidak ada datang. Dan guru-guru itu cuma sekadar minta maaf saja," katanya.
Mukhtar menceritakan kejadian itu terjadi saat proses belajar mengajar di kelas. Ada guru kelas saat terjadi kejadian itu, namun saat itu guru cuek meski korban sudah berteriak minta tolong.
Menurut pengakuan korban, ujar Mukhtar, setelah anak-anak lain berteriak karena keponakannya berdarah-darah, baru guru tersebut merespons.
"Ponakan saya ini dibuat seperti MMA. Kepalanya dipukul menggunakan kayu, mukanya dibenturkan, makanya hidungnya itu patah," katanya.
Tidak cukup sampai di situ, setelah kejadian itu bukan pihak sekolah yang menyampaikan kejadian itu ke orangtua korban, melainkan korban sendiri.
"Entah dari mana korban mendapatkan HP, saat itu dia menelepon ibunya dan minta dijemput. Katanya ia sedang sakit," katanya.
Mukhtar mengatakan, pelaku penganiayaan keponakannya itu dua orang. Namun kejadian-kejadian penganiayaan sebelumnya, dia belum bertanya lebih jauh berapa orang jumlah pelaku yang menganiaya.
"Saat ini korban sudah dioperasi, dan sedang dalam proses penyembuhan," katanya.
Ia mengaku tetap menempuh jalur hukum terhadap kasus yang menimpa keponakannya tersebut. “Kami ingin ada efek jera, supaya dunia pendidikan bukan dijadikan dunia kejahatan. Di sekolah kita menuntut ilmu bukan untuk menuntut kejahatan. Dan biarlah ini menjadi korban yang terakhir di dunia pendidikan,” katanya.
Kejadiannya Mendadak
Di sisi lain Waka Humas SMPN 38 Pekanbaru Dewi Astuti menuturkan, kasus yang menimpa MFA terjadi secara mendadak. Menurutnya kejadian itu saat proses belajar-mengajar berlangsung. Berdasarkan cerita dari pelajar yang berada di kelas saat kejadian, ujar Dewi, pelaku berinisial M tiba-tiba berdiri. M yang duduk di bangku paling depan berjalan ke arah belakang menuju bangku MFA. Tanpa diduga M langsung mengarahkan kakinya ke atas sehingga lututnya mengenai MFA dan menyebabkan patah pada bagian hidung.
"Mungkin M ini iseng. Sebelum itu tidak ada percekcokan. Tidak ada perkelahian. Itu berlangsung tiba-tiba. M berdiri dan berjalan ke belakang kemudian langsung terjang MFA ini,” ungkap Dewi.
Saat itu guru yang sedang mengajar di dalam kelas tersebut tidak menyadari ketika M berjalan ke arah belakang. Menurut Dewi, semua terjadi begitu saja dengan cepat.
"Kalau perkelahian pasti bisa dilerai dulu," ujar Dewi.
Ketika ditanya lebih lanjut, bagaimana proses selanjutnya dari kejadian tersebut, Dewi mengarahkan agar menanyakan langsung kepada Waka Kesiswaan dan Kepala Sekolah Rima Pepitra. "Bagusnya tanya ke Waka Kesiswaan dan Kapseknya langsung. Kronologi yang saya ketahui dari anak-anak seperti itu, tapi mereka sedang tidak di tempat,"ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Pekanbaru Abdul Jamal mengaku prihatin dengan terjadinya aksi kekerasan dan perundungan terhadap seorang siswa SMP di Jalan Hang Tuah saat jam pelajaran.
"Kami menyayangkan akan hal tersebut. Di sekolah, kami tidak pernah mengajarkan kekerasan. Baik sesama pelajar, antara guru dengan pelajar maupun pelajar dengan guru," ucapnya.
Dia melanjutkan, diperlukan pendidikan karakter dan program sekolah ramah anak dan program sekolah sahabat keluarga. "Dua program ini untuk membentuk perilaku siswa yang baik dan terjadi komunikasi yang harmonis antara siswa dengan sekolah dan orangtua," imbuhnya.
Untuk mengantisipasi tindak kekerasan di sekolah, Disdik akan bekerja sama dengan instansi lain. Di antaranya dengan kepolisian, Komisi Perlindungan Anak, serta Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak.
"Dengan kerja sama ini, kami akan memberikan pembelajaran perilaku yang baik kepada para pelajar. Mereka harus diajarkan sikap antikekerasan dan hoaks," kata dia.
Terpisah, Sekretaris Disdik Kota Pekanbaru Muzailis saat dikonfirmasi menyebut, pihaknya masih menunggu laporan resmi peristiwa tersebut. Dia mengarahkan untuk menanyakan pada kepala sekolah tempat korban menuntut ilmu.
"Tanya kepala sekolahnya. Kami juga masih menunggu laporan," katanya melalui sambungan telepon.