PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Di kalangan masyarakat, sepanjang 2019 ini sering terdengar penyakit flu Singapura. Menyerang anak-anak. Namun pemerintah mengklaim belum mendapat laporan perihal penyakit dimaksud. Justru, sekarang Provinsi Riau meningkatkan upaya deteksi dini terhadap virus lain, African Swine Fever (ASF) atau virus demam babi Afrika.
Hal ini diungkapkan Pemprov Riau melalui Dinas Kesehatan Riau kepada Riau Pos, Selasa (10/12). Kondisi antisipatif dinilai perlu dilakukan mengingat Riau yang berada di wilayah perbatasan dan menjadi gerbang masuk dari negara tetangga yang masuk ke Tanah Air.
"Langkah antisipasi kita sekarang meningkatkan kewaspadaan dini penyakit ASF, atau demam babi Afrika. Kalau flu Singapura itu sudah lama, dan kondisinya sekarang belum ada kabar," kata Kepala Diskes Riau Hj Mimi Yuliani Nazir.
Disampaikannya ketika disinggung adanya informasi flu Singapura yang sudah masuk ke Riau, menurut Mimi, jika benar ada kejadian dimaksud, pihaknya akan coba menelusuri guna memastikan keberadaan penyakit menular tersebut. Sebelumnya Riau Pos mendapat kabar dari seorang warga di Kabupaten Siak menyebut anaknya demam dan flu. Kemudian membawa ke dokter dan disebut sang dokter terkena flu dimaksud.
"Sebelumnya juga ada anak-anak yang dibawa berobat, dan penyakitnya katanya flu Singapura," ujar seorang ibu rumah tangga di Kota Siak Sri Indrapura yang enggan disebutkan namanya tersebut bercerita.
Sayangnya, lebih lanjut dia tidak menjelaskan berobat di dokter mana. Hanya saja diungkapkannya, kondisi sang anak memang lemas dan suhu badan panas.
Kadiskes Riau melanjutkan, informasi kejadian yang diterima bakal ditindaklanjuti lebih jauh. Yang jelas, salah satu virus yang diantisipasi masuk ke Riau adalah ASF. "Hal ini sudah diwaspadai menindaklanjuti imbauan salah satu kementerian akhir Oktober lalu dan November kemarin sudah dikeluarkan edaran dari Pak Gubernur. Disebar ke seluruh kepala daerah di kabupaten/kota," jelasnya.
Dijelaskan Mimi, perihal edaran dimaksud, sebelumnya pertengahan November, Gubri menyurati seluruh daerah lewat surat edaran nomor 189/58/2019 tentang peningkatan kewaspadaan dini penyakit ASF. Disebutkan ASF adalah penyakit menyerang pada babi yang disebabkan oleh virus sangat cepat menular dengan tingkat kematian sampai 100 persen.
Juga disebutkan belum ada vaksin untuk mencegah penyakit tersebut. Sehingga menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi. Meskipun belum masuk Indonesia, namun perkembangan terkini laporan Immediate Notification OIE (Office International Erpizootica) terkait kejadian wabah ASF yang semakin meluas dari Afrika ke beberapa negara Eropa dan Asia (Korsel, Cina, Hongkong, Filipina, Laos, Kamboja, Myanmar, Vietnam, Timor Leste), sehingga dinilai peluang masuk Indonesia sangat besar.
Beberapa langkah antisipatif sesuai edaran Gubernur, dilakukan dengan meningkatkan pengawasan dengan menolak, penahanan atau pemusnahan terhadap importasi babi produk babi segar maupun olahan yang berasal dari negara mewabah. Kemudian di pelabuhan barang, pelabuhan penumpang, bandara internasional dan tempat-tempat pemasukan lain yang berisiko. Melakukan tindakan pengamanan terhadap sisa-sisa makanan maupun sampah dari penumpang pesawat/kapal yang berasal/transit dari negara mewabah ASF, serta meningkatkan komunikasi, edukasi dan informasi perihal ASF terhadap stakeholder, dan meningkatkan koordinasi dan kolaborasi lintas sektor dalam melakukan deteksi dini dan respons penanggulangan ASF.
Sementara itu kemungkinan Kepulauan Meranti terpapar virus demam babi Afrika atau ASF sangat kecil, meski secara geografis daerah berbatasan langsung dengan negara Malaysia dan Singapura. Petugas Balai Karantina Kelas I Pekanbaru Wilker Selatpanjang Abdul Aziz mengatakan Kepulauan Meranti tidak masuk dalam lokus pengawasan ASF yang salinannya dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian telah mereka terima belum lama ini.
Hal itu mengingat jalur perdagangan daerah itu tidak berkaitan dengan daerah tertular seperti di Cina, Kamboja, Vietnam, Filipina dan terakhir dilaporkan Timor Leste. Terlebih populasi babi di Kepulauan Meranti cukup tinggi, sehingga potensi babi dari luar masuk ke daerah tersebut sangat minim.(egp/wir)