PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia telah menetapkan pemilik PT Duta Palma Nusantara (DPN) Surya Darmadi sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang yang merugikan negara sebesar Rp78 triliun. Selain Surya Darmadi, Kejagung juga menetapkan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Menanggapi hal itu, eks Ketua Panitia Khusus (Pansus) konflik lahan DPRD Riau Marwan Yohanis mengapresiasi kinerja Kejagung. Menurut dia, langkah hukum yang saat ini dijalankan Kejagung memiliki banyak kesamaan dengan rekomendasi yang diberikan Pansus terhadap PT Duta Palma. Di antaranya adalah menghitung kerugian negara dan mencabut izin perusahaan.
"Sekarang di hitung kerugian negara ada Rp78 triliun. Rekomendasi kita pansus sama dengan Kejagung. Kemaren kami rekomendasikan izinnya dicabut, termasuk juga kerugian negara itu harus ditagih. Sita asetnya. Kepada masyarakat silakan lapor. Kemaren Kejagung sudah membuka ruang. Bagi yang tau asetnya Duta Palma ayok laporkan," ucap Marwan, Rabu (10/8).
Soal tersangka Surya Darmadi yang sampai saat ini masih buron, Marwan meyakini aparat penegak hukum dapat menangkap dan menghukum Bos Duta Palma tersebut sesuai dengan kejahatan yang telah diperbuat. "Semut dalam lubang bisa kita cari. Masak gajah di pelupuk mata nggak bisa. Sekalipun dia lari atau pindah warga negara kan ada peraturan internasional yang mengikat itu. Ada ekstradisi atau apalah," tuturnya.
Dia pun mengajak seluruh elemen Bangsa Indonesia agar bisa mengakhiri pola yang ia sebut sebagai pola penghianatan terhadap Bangsa ini. Karena, kata dia, apa yang dihadapi saat ini tidak terlepas dari perbuatan oleh oknum yang berwenang pada masa lampau. Seperti dengan mudah memberikan izin serta pembiaran terhadap perambahan hutan secara terang-terangan.
"Saya mengajak semua elemen pimpinan bangsa, mari kita akhiri pola-pola pengkhianatan terhadap pengelolaan bangsa ini. Apa yang kita hadapi saat ini tidak terlepas dari pengkhianatan masa lalu. Dengan mudah memberikan izin, juga terjadi pembiaran," sambungnya.
Dia menambahkan, PT Duta Palma selama ini memang sudah banyak merugikan negara dan masyarakat. Ia juga merasa heran karena sudah 30 tahun berada di Bumi Lancang Kuning, Duta Palma seolah bebas berbuat sekehendak hati. Sebagai contoh, Hak Guna Usaha (HGU) PT DPN ditandatangani pada tahun 2005 dan berlaku hingga 2018. Namun pada 2007, diterbitkan aturan Menteri Kehutanan Nomor 6 yang mewajibkan seluruh perusahaan yang memperpanjang HGU maupun mengurus baru mengeluarkan 20 persen hak kepada masyarakat.
"Namun karena dia ditandatangani pada 2005, dia seolah tidak perlu mengeluarkan kewajiban hak masyarakat sebanyak 20 persen. Padahal izinnya sampai 2018 loh. Selain itu ditemukan juga perambahan hutan suas 37 ribu hektare. Inikan seolah selama ini ada pembiaran," pungkasnya.
Kepada Kejagung, Marwan menyampaikan apresiasi atas kinerja yang telah ditunjukan. Ia juga berharap perusahaan yang terbukti melanggar aturan maupun Undang-Undang, juga dilakukan tindakan tegas. Agar tidak ada lagi perusahaan yang bisa berbuat semena-mena terhadap negara dan juga masyarakat Indonesia.(nda)