RIAU (RIAUPOS.CO) -- Warga miskin Riau tidak hanya menjadi tanggung jawab bersama dengan sadar pajak dan bayar zakat. Menurut pengamat sosial Ahmad Hidir mengatakan untuk mengatasi kemiskinan yang pertama sesuai dengan amanat UUD. Di dalamnya ada fakir miskin, anak-anak miskin serta orang terlantar. Semuanya dibayar pemerintah. "Pemerintah memang wajib. Jadi bukan sunah muakad. Karena amanat UUD," sebutnya pada Riau Pos, Senin (10/2).
Selanjutnya, tanggungjawab umat (masing-masing pemeluk agama). Seperti dalam Islam memang zakat untuk membantu fakir miskin. "Kesadaran untuk bayar zakat masih rendah. Ada juga semacam skeptis dari masyarakat bayar zakat itu kalau ditagih bukan kesadaran. Jadi perlu ada penyadaran pada masyarakat," tukasnya.
Kemudian, ketaatan untuk membayar pajak maupun zakat harus ditekankan. Jadi, menurut pria yang kerap disapa Hidir, tidak hanya kepada pemerintah tanggung jawab itu. "Peran masyarakat, alim ulama, cerdik pandai, pendeta, pastor dan pendeta itu wajib untuk menyosialisasikan ke pimpinan. Baik formal maupun di informal, supaya ada perda zakat dan ini itu," tegasnya.
Dalam pada itu, jika sudah ada perda harus dijalankan. Pun harus ada untuk yang mengawasi masyarakat. "Lembaga badan amil zakat pun harus tersebar di kecamatan. Sehingga masyarakat bisa menjangkau. Jadi, kewajibannya harus menjemput bola. Namun kesadaran masyarakat pun harus ada," ungkapnya.
Dengan adanya sistem jemput bola dan masyarakat sadar akan itu, selanjutnya masyarakat miskin harus ada akses ke situ. "Namun, masyarakat jangan berkeluh kesah fiktif alias pura-pura miskin. Intinya harus ada kontrol antara masyarakat dan pemerintah serta kesadaran semua pihak," tuturnya.
Pemerintah yang sudah mewajibkan dengan UUD serta perda tentang zakat. Dengan adanya zakat tentunya sangat membantu. "Pajak termasuk zakat. Artinya pajak mal. PBB yang setahun sekali itu pun kadang dimanipulasi. Pajak PPH orang masih keberatan dan masih manipulasi juga," ulasnya.
Maka dari itu, pajak itu jangan hanya dipungut oleh pemerintah. Namun penggunaannya harus transparan, sehingga orang taat pajak.
"Jangan hanya dituntut orang bijak taat pajak. Tidak seperti itu. Namun harus transparan peruntukannya. Jangan-jangan dikorupsi. Sehingga orang ragu bayar pajak. Seperti kasus Gayus," imbuhnya.
Masih kata Hidir, asas kepatuhan perlu diterapkan oleh pemerintah. Bagi yang taat diberi reward dan diumumkan. Begitu juga dengan yang tidak patuh.
Lalu, pembagian pajak pun harus berimbang di semu bidang. "Dengan berimbang artinya merata peruntukannya untuk di semua bidang. Infrastruktur berapa, pendidikan berapa dan lainnya seperti kesehatan. Maka sebetulnya di negara maju, pajak orang kaya dan peruntukan untuk SDM itu pajaknya lebih besar ketimbang infrastruktur. Beasiswa pun lebih besar, bila perlu pendidikan itu memang benar-benar gratis,” pintanya.(s)