‘’Kebakaran tahun 2019 banyak terjadi di hutan produksi dan konversi. Anehnya, sudah bersertifikat. Kawasan hutan, tapi bersertifikat dan terbakar. Milik mantan pejabat lagi,’’ papar Bambang kepada Riau Pos usai diskusi bertema Cerita Karhutla 2019 di Kafe J, Jikalahari, Selasa (9/4).
Bambang sudah 20 tahun menangani karhutla di Riau. Sudah banyak kasus yang dia ungkap. Bahkan menjadi saksi ahli sehingga banyak perusahaan harus membayar denda dan mengembalikan uang negara hingga puluhan triliun rupiah. Tapi, ia juga menyayangkan karena akademisi yang menganggap kebakaran lahan di Riau sebagai hal biasa alias tidak merusak.
‘’Saya pernah adu argumen dengan akademisi di Riau tentang karhutla di Riau saat turun ke lapangan. Dia bilang kebakaran tidak masalah, tidak merusak. Kalau tidak merusak, kenapa kita ribut. Ini sangat saya sayangkan sekali ternyata orang Riau sendiri yang kurang peduli. Pejabatnya malah berperan dalam kasus kebakaran,” katanya lagi.
Diskusi itu dihadiri para pegiat lingkungan dan NGO. Selain Prof Bambang, Koordinator Jikalahari Made Ali dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) Isnadi Esman, juga menjadi pembicara.
Isnadi menyebutkan, JMGR juga menemukan kawasan hutan di Desa Muara Duo, Kecamatan Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis milik oknum pejabat, yakni anggota DPRD Pelalawan pada 7 April lalu. Luasnya sekitar 200 ha dan sebagiannya terbakar.
‘’Hal ini membuktikan pemerintah selama ini tidak serius dalam penertiban izin perkebunan sawit ilegal di kawasan hutan dengan kedalaman gambut lebih 8 meter. Seperti di Desa Muara Duo, Bengkalis. Parahnya lagi menimbulkan konflik di masyarakat, terjadi juga karhutla di sana. Gubernur sekarang harus lebih memperhatikan soal penertiban izin perkebunan sawit ini, ‘’ katanya.
Koordinator Jikalahari, Made Ali menjelaskan, pihaknya banyak menemukan kawasan hutan yang terbakar di Riau dan juga milik oknum pejabat, mantan pejabat, polisi serta anggota dewan. Jumlahnya sekitar 15 ribu hektare terhitung sejak 2004. Ada di Kabupaten Pelalawan, Bengkalis, Siak, Rohil, Rohul dan Inhu dengan luas milik perorang minimal 50 hektare, maksimal 2.000 ha.(kun)
>>>Selengkapnya baca Harian Riau Pos
Editor: Eko Faizin