PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia menyebut, masih ada kewajiban kontijensi yang harus ditagih Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Tagihan berupa kelebihan bayar itu, ditujukan kepada perusahaan pelaksana program Kemiskinan Kebodohan dan Infrastruktur (K2I) PT Gerbang Eka Palma (GEP), yang berlangsung pada tahun 2006 hingga 2010 lalu.
Bahkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau disarankan melakukan upaya hukum dengan menggugat PT GEP ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Terhadap obyek kelebihan bayar yang tidak diakui perusahaan sebesar Rp26 juta. Hal itu sesuai dengan hasil Laporan Keuangan (LK) Provinsi Riau tahun 2016 oleh BPK RI.
Menanggapi persoalan itu anggota Komisi B DPRD Riau Sugianto meminta agar Disbun melaksanakan instruksi dari BPK tersebut. Sebab, jangan sampai permasalahan yang telah menjerat beberapa terdakwa sebelumnya itu, menjadi tidak tuntas. Bahkan ia meminta agar Disbun tidak melindungi PT GEP yang menjadi pelaksana kegiatan.
“Kalau itu temuan BPK, Disbun harus ditindaklanjuti. Kalau tidak, jangan sampai dikatakan Disbun melindungi perusahaan tersebut. Saya minta segera laksanakan yang diarahkan BPK,” ucap Sugianto kepada Riau Pos, Ahad (8/4).
Diakui dia, permasalahan itu sebelumnya sudah diselesaikan secara hukum. Di mana ada beberapa terdakwa yang telah dipenjarakan. Karena, program K2I Disbun yang digulirkan pada 2006 lalu itu, telah terbukti ada tindak pidana korupsi disana. Lantas ia mempertanyakan, ketika dinyatakan bersalah apakah PT GEP tidak perlu mengembalikan kelebihan bayar itu? Menurut dia, bila sudah menjadi putusan BPK maka jawabannya PT GEP harus mengembalikan kelebihan bayar itu.
“Disbun harus meneruskan temuan BPK kepada perusahaan PT GEP. Coba berkirim surat. Tinggal Rp26 juta lagi kan? Harapan kami Disbun jangan rusak gara gara Rp26 juta. Kan jadi sangkaan yang tidak baik,”tegasnya. Untuk itu, dalam rangka menjalani fungsi pengawasan DPRD, Sugianto berencana akan membahas masalah ini bersama Komisi B. Bila perlu pihaknya akan memanggil Kadisbun Riau untuk menjelaslan kepada dewan.
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Perkebunan tahun 2006 hingga 2010 lalu pernah menggulirkan program K2I di bidang perkebunan. Berdasarkan, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap Laporan Keuangan (LK) Provinsi Riau tahun 2016, ada kewajiban kontijensi yang harus ditagih pada perusahaan pelaksana program PT Gerbang Eka Palma (GEP).
Namun begitu, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau Feri HC saat dikonfirmasi Riau Pos tidak menjawab secara jelas, apakah gugatan yang disarankan BPK sudah dilakukan atau belum. Bahkan dirinya juga sempat tidak mau berkomentar. Dengan alasan program K2I sendiri sudah di ranah hukum.
‘’Kalau K2I saya tak bisa komentar karena itu di ranah hukum. Kami tidak di era itu. Kan itu sudah sidang semua. Sudah dipengadilan di penjarakan semua,’’katanya menjawab Riau Pos pekan lalu. Ia kemudian menanyakan LHP tahun berapa yang mencantumkan kewajiban penagihan itu.
Saat Riau Pos menyebutkan di tahun 2016, Feri kembali menyebut itu sudah di ranah hukum. ‘’2016 tidak ada K2I. Saya tidak menguasai pendalaman itu. Nanti salah, di ranah hukum itu,’’sebutnyan. Feri kemudian meminta masalah K2I tak dibesar-besarkan agar tak muncul anggapan lain.’’Nanti persepsi masyarakat lain,’’ singkatnya.(ksm)