LANGGAM (RIAUPOS.CO) -- Tidak dapat dipungkiri, Kecamatan Langgam merupakan salah salah satu kecamatan tertua di Kabupaten Pelalawan. Memiliki banyak nilai-nilai budaya Melayu yang kental dengan ajaran Islam. Seperti salah satunya keberadaan Masjid Nurul Islam yang merupakan masjid tertua dan konon kisahnya masjid ini mempunyai cerita magis yang sangat menarik.
Dari pantauan Riau Pos, masjid yang dibangun di awal abad ke-19 ini sangat unik, karena berdiri pas di tepi tebing sungai yang berair sangat deras. Masjid tempat tegak yang dikenal dengan nama Pematang Terhentak ke Tebing ini, menjadi tumpuan air yang mengalir laju hulu sungai. Pemandangan ini memberi kesan elok dan eksotis, bahwa Masjid Nurul Islam ini seolah berhalaman air, dan menaranya yang kuning keemasan dengan tinggi menanjak tajam seolah hendak menjulang ke atas langit.
Memang, Masjid Nurul Islam Langgam merupakan masjid unik, karena posisinya terletak tepat di bibir tebing. Sementara itu, jika dipikir secara logika, dengan kondisi masjid tersebut, maka masjid ini pasti sudah lama terjun ke dalam air, karena tanah di kiri-kanannya sudah runtuh atau mengalami abrasi dari aliran Sungai Kampar ini. Akan tetapi karena kuasa Allah, bangunan yang sudah berdiri kira-kira sejak 1910 ini masih berdiri tegak dengan kokoh dan megahnya sampai hari ini.
Menurut tokoh masyarakat Kecamatan Langggam Haji Abu Bakar yang didampingi Ustaz Fadli Rahman, Masjid Nurul Islam ini merupakan masjid tertua di Kelurahan Langgam. Kenapa bangunan masjid ini tetap bertahan sampai kini di tepi bantaran sungai, karena letaknya yang sangat strategis, yaitu berada di tengah Kampung Langgam dan tidak jauh pula dari Pasar Langgam dahulunya.
Sementara itu, sambung Haji Abu Bakar, bahwa semasa Kecamatan Langgam masuk dalam wilayah Kabupaten Kampar, pihak Pemerintah Kabupaten Kampar pernah merasa enggan memberi bantuan kepada masjid ini, karena dinilai hanya mengeluarkan anggaran yang sangat mubazir.
“Dahulu Pemerintah Kabupaten (Kampar), kalau tidak salah semasa dipimpin HR Subrantas, dia masih berpikir-pikir untuk mengulurkan bantuan kepada masjid ini, karena dinilai mubazir. Pasalnya, jika dikaji secara logika masjid tersebut tidak akan bertahan lama, sebab kondisinya yang berada di pinggir sungai, sehingga pastinya masjid ini bakal runtuh dan hancur akibat mengalami abrasi ke Sungai Kampar. Tapi, alhamdulillah atas izin Allah sampai saat ini masjid itu masih ada dan berdiri kokoh,” terang H Abu Bakar yang merupakan pensiunan pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Langgam ini tersenyum, Jumat (3/5) siang.
H Abu Bakar menjelaskan, bahwa konon pada awalnya masjid yang beralaskan tiang dari kayu ini hanya memiliki luas 8x9 meter persegi. Namun, seiring berjalannya waktu, maka pada 1920 silam, luas masjid yang telah berusia 103 tahun ini bertambah menjadi 13x13 meter persegi. Dan seiring semakin banyaknya jumlah jamaah yang memadati tempat untuk melaksanakan ibadah salat tersebut, maka pada 1974 luasnya pun bertambah menjadi 25 x30 meter persegi, sehingga dengan kondisi tersebut maka dilakukan pemugaran besar-besaran dan dibangun beton.
“Dan lebih dahsyatnya lagi, konon pada 1974 tersebut, terjadi beberapa hal yang cukup mencengangkan. Ketika keinginan pemugaran masjid tersebut dilaksanakan, air di bawah aliran Sungai Kampar ini tiba-tiba menjadi surut dan mendangkal. Sedangakan saat itu, diseberang masjid ini tiba-tiba timbul pula batu kerikil. Masyarakat Langgam pun mulai bergotong-royong mengambil batu tersebut. Setelah masjid selesai direnovasi, batu yang dahulunya terdapat di seberang masjid itu pun hilang setelah naiknya air,” tutur lelaki berperawakan tinggi ini.
Menurutnya, keberadaan batu di sekitar masjid tersebut, memang sengaja didatangkan Allah untuk membangun masjid ini. Selain itu, di hulu masjid ini yang dahulunya merupakan daerah teluk berair dalam yang dikenal bernama Teluk Ongeh Biso, tiba-tiba didatangi lumpur yang seolah menjadi pulau. Sepertinya, pulau lumpur yang baru muncul tersebut menjadi pagar bagi tebing mesjid ini.
“Dan dengan terus bergulirnya waktu, maka pada 2010 lalu, Masjid Nurul Islam ini mengalami pemugaran kembali. Masjid ini semakin dibangun megah dan gagah. Satu menara kuning tajam seperti hendak menjulang ke atas awan dengan dua kubah kuning bak tampak bagai tempurung emas yang sedang telungkup menambah indahnya pesona Langgam. Sedangkan temboknya dicat berwarna putih yang difigura dengan warna hitam tetap memberi kesan gagah tapi sederhana,” paparnya.
Bila dilihat dari jembatan yang melintang di hilir Kecamatan Langgam ini, lanjutnya, kehadiran Masjid Nurul Islam tersebut sungguh menambah cantik dan moleknya negeri yang dikenal Onah Tanjung Bungo ini. Selain menjadi anasir memperindah alam Langgam nan permai, masjid ini juga sepertinya menjadi gerbang pertemuan dua sungai, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Kampar Kanan.
“Ya, dari Pangkalan Kerinci menuju lokasi masjid ini bisa dicapai dengan menggunakan transportasi darat yang menghabiskan waktu kira-kira hanya 35 menit saja. Sedangkan dari Pekanbaru menuju lokasi masjid ini dapat ditempuh dengan waktu sekitar 2 jam lamanya. Dan masjid unik yang letaknya strategis serta mudah dijangkau ini, merupakan salah satu objek wisata religi di Kabupaten Pelalawan salah satunya pelaksanaan mandi balimau potang maogang menyambut bulan suci Ramadan serta sebagai salah satu tempat pelaksanaan safari Ramadan yang digelar Pemkab Pelalawan setiap tahunnya. Dan juga segala aktivitas kegiatan ibadah selama Ramadan baik ibadah Salat Tarawih, tadarus Alquran dan segala aktivitas keagamaan lainnya. Selain itu juga, masjid ini sepertinya menjadi satu tanda nyata dari kekuasaan dan keperkasaan Allah, karena tidak runtuh-runtuh walau berdiri tepi jurang Batang Kampar sejak satu abad silam,” ujarnya.
Ditambahkannya, nilai historis sejarah lainnya dari masjid ini yakni, menurut kisah bahwa nama Kecamatan Langgam yang di kepalai oleh seorang datuk ini diambil dari sebatang kayu yang tumbuh di sekitar Masjid Nurul Islam yang pada waktu itu tidak ada yang tahu nama kayu tersebut, sehingga ada salah seorang tokoh masyarakat setempat yang memberi nama kayu tersebut Kayu Langgam, sehingga daerah ini dikenal dengan sebutan Kecamatan Langgam.
Penulis: M Amin Amran
Editor: Eko Faizin