PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Penyakit Tuberkulosis (TBC) di Indonesia dan di dunia masih menjadi masalah kesehatan yang utama. Penyakit ini merupakan satu dari 10 penyebab utama kematian dunia, dan Indonesia adalah negara dengan beban TBC peringkat ke-3 tertinggi setelah India dan China.
Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Riau Zainal Arifin menyampaikan, berdasarkan global TB report 2021, diperkirakan ada 824.000 kasus TBC di Indonesia. Namun, pasien TBC yang berhasil ditemukan, diobati, dan dilaporkan ke dalam sistem informasi nasional hanya 393.323 atau 48 persen. Masih ada sekitar 52 persen kasus TBC yang belum ditemukan atau sudah ditemukan namun belum dilaporkan.
Dikatakan dia, di Provinsi Riau diperkirakan terdapat 27.634 kasus TBC ada dimasyarakat. Namun, pasien TBC yang berhasil ditemukan, diobati, dan dilaporkan ke dalam Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) Tahun 2021 hanya 9.467 atau 34,25 persen.
"Masih ada sekitar 65,75 persen kasus TBC yang belum ditemukan atau sudah ditemukan namun belum dilaporkan," ujar Zainal.
Ia menerangkan, TBC yang berhasil ditemukan, diobati, dan dilaporkan ke dalam sistem informasi nasional Tahun 2021 di Provinsi Riau lebih banyak dilaporkan oleh puskesmas dengan persentase 59,51 persen.
Sementara, laporan dari rumah sakit pemerintah sebesar 19,52 persen, rumah sakit swasta sebesar 20,65 persen. Sisanya 0,19 persen berasal dari lapas, dan 0,13 persen berasal dari klinik swasta.
Untuk tahun 2022, sampai 4 Oktober 2022, diperkirakan terdapat 27.601 kasus TBC, namun yang tercatat di SITB baru mencapai 7,777 kasus atau 28,17 persen.
"Lagi-lagi Puskesmas penyumbang terbesar angka penemuan kasus TB ini, yaitu sebesar 61,11 persen, sedangkan rumah sakit pemerintah sebesar 19,08 persen dan rumah sakit swasta 18,71 persen, sisanya dari Lapas atau Rutan sebesar 0,58 persen dan dari klinik swasta sebesar 0,51 persen," ujarnya.
Zaianal mengungkapkan, mestinya laporan kasus TB itu 70 persen berasal dari rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta, sisanya yang 30 persen berasal dari puskesmas, dan klinik.
Untuk itu ia mengharapkan, hal ini menjadi perhatian oleh para direktur rumah sakit pemerintah dan swasta, agar meningkatkan komitmennya dalam melaporkan terduga TB maupun kasus TB melalui web resmi laporan TB yakni SITB.
Begitu juga komitmen klinik swasta agar dapat ditingkatkan dalam melaporkan terduga TB maupun kasus TB yang ditemukan dengan berkoordinasi dengan Puskesmas atau dinas kesehatan setempat.
"Harapan kita kepada para direktur rumah sakit pemerintah dan swasta agar Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS) yang menjadi laporan semua penyakit di rumah sakit hendaknya memiliki data komprehensif," ucapnya.
Sementara itu, Kabid Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Diskes Riau, Ridwan menambahkan, faktor yang dapat mendukung dalam capaian penemuan kasus TB ini juga dapat dilakukan oleh puskesmas melalui kegiatan investigasi kontak dan screening TB pada populasi berisiko.
"Berdasarkan laporan SITB per tanggal 4 Oktober 2022, masih terdapat 2.905 indeks kasus yang belum dilakukan kegiatan investigasi kontak. Kegiatan investigasi kontak, hendaknya mendapat pengawalan yang baik oleh dinas kesehatan kabupaten/kota dengan memastikan anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) puskesmas mencantumkan kegiatan ini dalam anggarannya," sebutnya.(sol)