PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - AH alias AW, seorang direktur dan pimpinan pada dua perusahaan, menjalani penyerahan tahap II ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Kamis (6/10) kemarin. Dugaan tindak pidana perpajakan yang dilakukannya diperkirakan merugikan negara hingga Rp3.241.619.005. Uang itu disebutnya digunakan untuk operasi orang tua di Malaysia.
AH yang merupakan direktur CV AMJ dan CV KSS ditetapkan tersangka oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Riau. Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) Selasa (4/10) kemarin, penyerahan tahap II, barang bukti dan tersangka dilakukan, Kamis (6/10) sore di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
Dia dijerat Pasal 39 ayat (1) huruf c dan/atau Pasal 39 ayat (1) huruf d dan/atau Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Dari penyidikan yang dilakukan, AH sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau tidak menyetor pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Perbuatan ini dilakukan AH dalam kurun waktu Juni sampai September 2018 dan melalui CV KSS dalam kurun waktu Februari 2019, April sampai Juni 2019 melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara masing-masing sebesar Rp2.236.564.201 dan Rp1.005.054.804 sehingga total kerugian pada pendapatan negara adalah Rp3.241.619.005. Seluruhnya dari usaha jual beli tandan buah sawit (TBS) di Kabupaten Pelalawan.
AH diancam dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Kabid Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen dan Penyidikan Kanwil DJP Riau Rizal Fahmi menguraikan, sistem perpajakan di Indonesia menggunakan sistem self assessment. Yakni wajib pajak diberikan kepercayaan penuh menghitung, melaporkan dan menyetor pajaknya.
"Tersangka telah melakukan penyerahan barang kena pajak, yaitu PPN 10 persen dari nilai penyerahan. 10 persen tadi sudah dipungut dari pembeli, tidak dilaporkan dan tidak disetor kan. Pada penyampaian SPT masa PPN tidak disampaikannya. Kemudian dia tidak menyetorkan pajak yang dikumpulkannya,” urai Rizal tanpa menyebut nama lengkap tersangka.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau Tri Joko didampingi Kasi Penuntutan Rudi Herianto serta Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau Bambang Heripurwanto mengungkapkan, pihaknya tetap melakukan penahanan terhadap tersangka usai tahap II dilakukan.
"Tersangka kita lakukan penahanan karena ancaman hukuman nya maksimal 6 tahun. Karena dikuatirkan melarikan diri dan menghilang barang bukti. Akan kita limpahkan ke PN Pelalawan,” jelas dia.
Dalam perkara ini Jaksa turun dua aset milik tersangka sebagai barang bukti di Kota Pekanbaru.
Tersangka AH diwawancarai saat tahap II mengakui perbuatannya tak menyetorkan PPN yang sudah dipungut dari jual beli TBS oleh perusahaan miliknya. Dia berdalih uang digunakan untuk operasi orang tuanya. "Untuk pemakaian pribadi. Kita ada operasi orang tua, Rp3 miliar itu. Bisa dibuktikan (penggunaan,red),” ujarnya.(gem)