TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) -- Di depan masjid, ada bangunan balai adat. Balai ini biasanya digunakan untuk pertemuan ninik mamak IV Koto Lubukambacang. Termasuk hal-hal yang menyangkut adat.
Masjid Jami’ Nurul Falah ini terletak di bagian Hulu Kabupaten Kuansing. Tepatnya, di Desa Koto Kombu, Kecamatan Hulu Kuantan. Dulunya, masjid ini hanya berdindingkan papan dengan tiang penyangga setinggi 2 meter.
Namun, sejak 1971, masyarakat Desa Koto Kombu, yang waktu itu masih bernama Koto Lubukambacang merenovasi bangunan tersebut menjadi permanen. Bahkan, waktu itu, masjid ini termasuk masjid terbesar di Kecamatan Kuantan Mudik.
Adalah Shekh Abdul Majid, salah seorang tokoh penting berdirinya Masjid Jami’ ratusan tahun lalu. Selain bertindak sebagai imam masjid, dia juga seorang yang sangat berpengaruh dalam tatanan pengajian ilmu ke agamaan di IV Koto Lubukambacang kala itu.
Sosoknya yang sangat disegani masyarakat. Bahkan, setiap hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, seluruh masyarakat datang ke rumah Abdul Majid menjemput imam besar tersebut sebelum malam takbir berkumandang.
Hal itu dibenarkan salah seorang ninik mamak yang bergelar Datuk Songgo, Safrudin kepada Riau Pos, Jumat (3/5). Menurut Safrudin, sebelum takbir berkumandang, ninik mamak dan masyarakat terlebih dahulu menjemput Abdul Majid.
“Iya. Cerita ini kami dapat dari orang tua. Kami hanya bisa melihat kuburan Abdul Majid. Kuburannya sekarang masih ada di belakang surau godang. Tapi kuburan itu terlihat kurang terawat. Ini nanti kita rapatkan bersama masyarakat untuk merawat kuburan tersebut,” ujar Safrudin.
Di Desa Koto Kombu, dahulunya setiap suku memiliki surau masing-masing. Namun, saat ini tidak banyak lagi surau yang berdiri. Dulu, setiap acara suku, masyarakat memanfaatkan masing surau untuk doa kuburan yang diadakan sekali setahun.
Saat ini, keberadaan ninik mamak di IV Koto Lubukambacang belakangan terlihat kembali menemui jatidirinya. Salah satu buktinya, ninik mamak yang dikomandoi datuk Songgo ini beberapa tahun lalu sudah merenovasi balai adat yang berada di depan masjid Jami’ Nurul Falah.
Keberadaan balai adat tersebut berfungsi sebagai tempat musyawarah jika terjadi sengketa ninik mamak di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, bukan saja untuk musyawarah, balai adat ini juga digunakan untuk pertemuan ninik mamak jika ada permasalahan adat yang perlu didudukan bersama.
Seperti yang dilakukan ninik mamak IV Koto Lubukambacang, Jumat (3/5). Safrudin yang bergelar datuk Songgo ini mengumpulkan seluruh ninik mamak untuk berkumpul di Balai Adat. Tujuanya untuk memberikan peringatan kepada cucu kemenakan untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum adat dan hukum negara.
“Kami seluruh ninik mamak sepakat membuat pernyataan dan bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk bersama melarang masyarakat untuk tidak lagi melakukan aktivitas seperti tambang emas dan permainan domino saat bulan Ramadan,” tegas Safrudin.
Editor: Eko Faizin