BUPATI SERGEI, SUMUT IR H SOEKIRMAN BELAJAR SAGU

"Saya Kira Sagu Hanya Ada di Timur, di Meranti Malah Terbaik"

Riau | Jumat, 06 Desember 2013 - 10:03 WIB

"Saya Kira Sagu Hanya Ada di Timur, di Meranti Malah Terbaik"
Bupati Sergei, Sumut Ir H Soekirman (kiri),Bupati Kepulauan Meranti - Riau, Drs Irwan Nasir (kanan). (RIAUPOS)

SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Memang perkebunan sagu di Kepulauan Meranti bukanlah yang terluas di Indonesia.Namun dengan sudah dikelola dengan baik sejak masa kerajaan (sebelum Indonesia merdeka) maka kualitas sagu di Kepulauan Meranti menjadi yang terbaik.

Pasalnya tanaman sagu di Kepulauan Meranti sudah dilakukan dengan pola tanam sejak bibit, bukan lagi sagu hutan yang tumbuh sendiri seperti di wilayah timur Indonesia.


Bahkan dengan kualitas sagu di Kepulauan Meranti sendiri, jajaran Pemerintah Provinsi Papua saja yang memiliki lahan sagu terbesar di Indonesia, bahkan di dunia beberapa bulan lalu melakukan studi di Kepulauan Meranti bagaimana melakukan pengolahan sagu sehingga ekonomis. Ini membuktikan bahwa sagu di Kepulauan Meranti menjadi yang terbaik di Indonesia saat ini.

Rabu (4/12) lalu Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti juga kedatangan rombongan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (Sergei) Sumatera Utara.

Tujuan mereka datang ke Meranti hanya untuk belajar bagaimana mengolah sagu agar lebih ekonomis seperti yang digaungkan selama ini. Mereka juga tidak pernah menyangka bahwa salah satu daerah di Provinsi Riau yakni Kepulauan Meranti memiliki sagu yang luas dengan kualitas terbaik.

Bahkan Bupati Sergei, Ir H Soekirman mengaku selama ini tak pernah menyangka Kepulauan Meranti sebuah daerah kepulauan memiliki perkebunan sagu terbaik di Indonesia.

Setelah tahu makanya dia datang dan belajar bagaimana mengembangkan perkebunan sagu.   Sehingga nantinya dia bisa mengembangkan perkebunan sagu di Sergei.

Dia mengaku dari 150 ribu hektare lahan di Sergei, seluas 100 ribu hektare sudah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit dan karet. Sisanya 50 ribu hektare yang merupakan lahan masih kosong.

"Kita akan coba tawarkan kepada masyarakat kita terlebih dahulu. Jika nantinya masyarakat berminat mengembangkan perkebunan sagu, maka 50 ribu hektare tersebut akan kita manfaatkan untuk pengembangan perkebunan sagu,"  ungkapnya usai kegiatan silaturahmi, Rabu malam (4/12) di lobi Grand Meranti Hotel, Jalan Kartini Selatpanjang.

Dikatakannya di Sergei terdapat tanaman sagu, namun tidak dikelola. Tanaman sagu di Sergei sendiri, tambahnya merupakan tanaman yang dianggap tidak ekonomis.

"Di Sergei tanaman sagu ditanam di samping jalan dan tidak dirawat. Namun ternyata di sini (Kepulauan Meranti) tanaman sagu menjadi sumber ekonomi kerakyatan," sebutnya.

Sebelumnya, Rabu siang (4/12) Bupati Sergei bersama rombongan setelah diterima Bupati Kepulauan Meranti, Drs Irwan Nasir MSi didampingi Asisten III Setdakab Tengku Akhrial, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun), Ir Mamun Murod MM MH dan pejabat lainnya di lingkungan Pemkab Meranti.

Setelah mendapatkan penjelasan, rombongan Pemkab Sergei yang dipimpin Bupatinya diajak melihat perkebunan sagu di wilayah Kecamatan Tebing Tinggi Barat termasuk melihat industri pengolahan dari batang sagu sampai menjadi tepung sagu atau mie.

Dalam tinjauan tersebut Bupati Sergei sempat takjub dan tak menyangka bahwa dari tual sagu dapat dijadikan berbagai jenis panganan. Walaupun mengaku menunggu lama untuk masa panen, namun dia melihat jika memiliki perkebunan sagu sangat baik untuk investasi jangka panjang. Sebab tanaman sagu tidak memerlukan perawatan yang banyak seperti layaknya kelapa sawit atau karet.

"Masa panen cukup lama. Tapi tidak seperti sawit dan karet di mana harus dirawat dan dijaga, termasuk memberikan pupuk setiap waktu. Sagu ini sepertinya sangat baik dan sangat ekonomis," katanya.

Belum lagi turunan makanan yang dihasilkan dari sagu yang beraneka ragam mulai dari mie sagu, bihun sagu, brownis sagu, sempolet, gobak dan lainnya.   Sempolet dari sagu lebih enak ternyata dari sup sirip hiu. Ini perlu diperkenalkan ke seluruh dunia, sebab sangat enak,   akunya.

Dengan perkebunan sagu yang luas dengan kualitas terbaik, masyarakat di Kepulauan Meranti perlu berbangga memiliki bupati yang energik dan sangat peduli dengan masyarakatnya. Apalagi Bupati Irwan kata Bupati Sergei itu mampu menjaga kearifan lokal masyarakatnya.   Masyarakat patut bangga kepada Irwan sebagai bupatinya karena mampu mengangkat ekonomi masyarakat dengan mengembangkan perkebunan sagu yang merupakan perkebunan rakyat,   kata Ir H Soekirman.

Bupati Sergei mengatakan jika masyarakatnya sepakat agar sebagian lahan di Sergei dijadikan perkebunan sagu, maka nantinya dia akan kembali lagi ke Meranti dengan sejumlah masyarakat. Sehingga masyarakatnya bisa dititipkan ke Meranti untuk belajar bagaimana mengelola perkebunan sagu.  

Sejak 1723
Pengembangan sagu di Kepulauan Meranti telah dilakukan masyarakat sejak tahun 1723 masehi. Ketika itu wilayah Kepulauan Meranti masih di bawah bendera Kerajaan Siak.

Di mana tanaman sagu milik masyarakat yang luas itu dari pengembangan penanaman melalui pola anakan atau pembibitan. Kondisi sejak lama itu juga yang membuat kualitas sagu di kabupaten termuda di Riau itu menjadi yang terbaik.

Bupati Kepulauan Meranti, Drs Irwan Nasir MSi sampai tidak memberikan izin kepada salah satu perusahaan HTI untuk mengelola tanaman akasia di wilayah Kecamatan Tebing Tinggi Timur di mana di wilayah kecamatan yang juga dari pemekaran Kecamatan Tebing Tinggi itu terdapat tanaman sagu yang luas.

Artinya perkebunan sagu yang sudah terbangun sejak dulu diinginkan Irwan dapat terus bertahan dan terus dikembangkan.

"Kalau perusahaan mau mengelola sagu maka akan kita dukung dan berikan rekomendasi dari kabupaten, namun jika harus menghilangkan sagu dan menggantinya dengan akasia, maka kita akan tolak keras," sebut Irwan.

Ketegasan itu dilakukan bupati pertama defenitif Kepulauan Meranti itu untuk menjaga kearifan lokal yang selama ini sudah terbangun.

Bagaimana mau mengalihkan tanaman sagu yang sudah terbukti ekonomis selama ini, tiba-tiba diubah menjadi HTI akasia. Pertentangan yang dilakukan Bupati Kepulauan Meranti itu sangat mendapatkan dukungan masyarakat.

Sejarah panjang akan perkebunan sagu membuat Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti tidak gegabah untuk mengalih fungsi perkebunan. Karena nenek moyang daerah ini telah mengajarkan bagaimana bertahan hidup dengan perkebunan sagu.

"Seharusnya terus didorong, bukan malah diganti. Oleh sebab itulah kita akan terus mendorong perkebunan sagu ini sehingga nantinya menjadi sumber yang mampu menghidupi masyarakat dan menjadi sumber pendapatan bagi daerah,"  terangnya.

Perjuangan Bupati Irwan bersama Dinas Kehutanan dan Perkebunannya akan terus dilakukan untuk menjadikan sagu Meranti menjadi yang terbaik di dunia.

Perjuangan itu terus menanjak naik seiring dengan bertambahnya umur Kepulauan Meranti menjadi sebuah kabupaten. Saat ini varietas sagua telah dilepaskan dan bernama sagu Selatpanjang Kepulauan Meranti.

Kerja sama untuk mengembangkan teknologinya pun telah dilakukan.

"Kita akan terus dorong sehingga nilai jual sagu menjadi tinggi. Upaya ini semua untuk menyejahterakan masyarakat kita di Meranti," sebut Irwan.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Ir Mamun Murod menambahkan, Rabu malam (4/12) sagu yang ada di Kepulauan Meranti akan terus diangkat ke permukaan. Perjuangan panjang yang dilakukannya untuk mengangkat perkebunan sagu di Meranti belum berakhir.

Selain dari hulu, untuk sisi hilirnya pun masih banyak yang perlu dikembangkan lagi. Tanaman spesifik daerah itu akan terus dijadikan sebuah   emas   yang nilai dan harganya bisa membuat masyarakat sejahtera.

Bukan hanya cerita saja, secara matematis Murod merincikan dengan perhitungan secara ekonomi, usaha budidaya sagu sangat memberikan harapan sebagai salah satu pilihan usaha yang dapat dikembangkan untuk masyarakat dan diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan yang cukup baik.

"Hal ini kami kemukakan berdasarkan perhitungan makro usaha tani sagu yaitu pada kebun yang sudah memasuki usia panen akan dapat dipanen lebih kurang 170 batang setiap tahun atau 1.352 tual dengan harga di lapangan Rp45 ribu per tualnya. Maka akan diperoleh pendapatan Rp60.840.000 per hektare per tahun atau per bulan rata-rata diperoleh hasil Rp5.070.000," rinci Murod.(adv)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook