JAKARTA dan PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau juga akan menyiapkan skema bantuan bagi masyarakat Riau yang terdampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), namun belum mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat.
Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar mengatakan, dari hasil rapat virtual yang dilakukan pihaknya dengan pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga diminta untuk memberikan bantuan bagi masyarakat yang terdampak kenaikan harga BBM dan juga inflasi yang terjadi saat ini.
‘’Dalam waktu dekat ini akan dilaksanakan rapat untuk membahas bentuk bantuan jaminan perlindungan sosial kepada masyarakat Riau," katanya, Selasa (5/9).
Dijelaskan Gubri, meskipun akan diadakan bantuan perlindungan sosial, kegiatan tersebut tidak akan mengganggu postur APBD Riau. Pasalnya sumber bantuan tersebut akan diambil dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Biaya Tak Terduga (BTT). “Malah nanti kalau tidak diberikan, anggaran kita bisa dipotong oleh pemerintah pusat," ujarnya.
Namun untuk besarannya dan siapa saja yang berhak menerima, pihaknya masih harus mendata terlebih dahulu. Karena saat ini pemerintah pusat juga sudah mulai memberikan bantuan.
“Untuk gambaran bantuan dari pemerintah daerah dicontohkan bisa diberikan kepada tukang ojek, nelayan dan beberapa sektor lainnya yang terdampak. Atau yang tidak mendapat bantuan dari pemerintah pusat," sebutnya.
Ya, pemda memang diminta menyisihkan Dana Alokasi Khusus (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp2,17 triliun untuk subsidi di sektor transportasi dan perlindungan sosial tambahan. Sektor transportasi akan diberikan untuk bantuan angkutan umum, ojek online, dan nelayan.
Dalam kesempatan tersebut, Gubri juga mengimbau kepada masyarakat terutama pedagang untuk tidak serta merta menaikkan harga bahan pokok yang tidak ada kaitannya dengan kenaikan harga BBM. Karena itu, pihaknya bersama Polda Riau akan melakukan pengawasan harga bahan pokok di pasaran. “Kalau tidak ada kaitannya dengan harga BBM tapi harga bahan pokok dinaikkan, ini akan kita awasi. Kalau alasannya transportasi, tentu ada batasannya kenaikannya," tegasnya.
Sementara itu, terkait inflasi di Riau, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM (Disperindagkop) Riau, M Taufiq OH mengatakan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan provinsi tetangga meminta bantuan distribusi pangan, seperti cabai yang menjadi salah satu penyebab inflasi.
“Untuk pengendalian inflasi akibat kenaikan harga bahan pokok cabai, yang disebabkan kenaikan BBM subsidi kita sudah lakukan pertemuan pelaku usaha di Dumai dengan pelaku usaha di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Itu sudah ada kerjasamanya," ujarnya.
Karena itu, lanjut Taufiq, pihaknya sudah mensiasati untuk menekan kenaikan harga bahan pokok, tiga daerah yang inflasinya tinggi seperti Pekanbaru, Dumai dan Indragiri Hilir (Inhil) agar bekerja sama dengan provinsi tetangga yang surplus bahan pokok.
“Seperti Inhil, pelaku usahanya sudah kita koordinasikan dengan provinsi tetangga Jambi. Bagaimana kondisi cabai di Jambi, begitu juga harga ayam dengan Provinsi Lampung," jelasnya.
“Makanya sekarang untuk pasar murah tidak hanya dilakukan Disperindagkop saja, tapi kita menggandeng Dinas Pangan, Dinas Peternakan dan Dinas Perikanan, Dinas Perkebunan Riau agar harga bahan pokok dapat kita tekan, dan inflasi terkendali," sambungnya
Dalam pada itu,bantuan subsidi upah (BSU) yang jadi kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi ini batal disalurkan pada 16 juta calon penerima. Dalam rapat koordinasi tim pengendali inflasi daerah (TPID), Senin (5/9), Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, estimasi penerima BSU sebanyak 14.639.675 penerima. Artinya, ada sekitar 1.360.325 kuota yang batal terisi.
Dia menjelaskan, jumlah 14.639.675 tersebut diperoleh usai dilakukan pemadanan data antara BPJS Ketenagakerjaan dengan data milik aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri, dan data penerima bansos program keluarga harapan (PKH), penerima program kartu prakerja, hingga bantuan presiden produktif usaha mikro (BPUM) pada tahun berjalan. "Jumlah penerima eligible sebelum dipadankan memang 16 juta orang, setelah dipadankan (ada penerima, red) bansos PKH, BPUM, prakerja ada 1,1 juta orang, ASN 22 ribu orang. Jadi total 14.639.675," paparnya.
Ida menjabarkan, ada sejumlah syarat yang ditetapkan terkait pekerja yang berhak menerima BSU kali ini. Yakni, warga negara Indonesia (WNI) yang dibuktikan dengan kepemilikan nomor induk kependudukan (NIK); peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan sampai Juli 2022; bukan ASN, TNI, Polri, dan diprioritaskan untuk mereka yang bukan penerima PKH, prakerja, BPUM; dan gaji atau upah sebesar Rp3,5 juta per bulan atau senilai upah minimum (UM) provinsi/kabupaten/kota.
“Dengan demikian, pekerja di wilayah yang memiliki upah minimum di atas Rp3,5 juta berhak menerima BSU," ungkap Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini. Dia mencontohkan untuk wilayah DKI Jakarta yang memiliki UMP Rp4,7 juta. Maka pekerja di DKI yang mendapat gaji dengan besaran tersebut dan peserta aktif di BPJS Ketenagakerjaan berhak menerima bansos senilai Rp600 ribu ini.
Jika dicermati, ada sedikit perubahan terkait syarat besaran gaji ini. Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani hanya menyebut, penerima BSU merupakan pekerja dengan gaji maksimal Rp3,5 juta. Sayangnya, dalam rakor tersebut, Menaker tidak memaparkan alasan perubahan ketentuan soal gaji ini.
Berkurangnya jumlah penerima turut berpengaruh pada besaran anggaran yang ditetapkan. Setelah dilakukan perhitungan, anggaran yang diperlukan sekitar Rp8,805 triliun. Turun dari sebelumnya Rp9,6 triliun. "Sore ini (kemarin, red) kami akan menyelesaikan juknisnya. Kemudian, besok (hari ini, red) kami akan selesaikan perjanjian kerja bersama dengan bank penyalur dan Pos Indonesia," ujarnya.
Berbeda dengan BSU, bantuan langsung tunai (BLT) BBM sudah mulai disalurkan sejak akhir pekan lalu. Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menyampaikan, penyaluran BLT telah dimulai Sabtu (3/9) di 34 provinsi. "Mungkin belum sepenuhnya di daerah, tapi sejak Sabtu (3/9) sudah disalurkan melalui di PT Pos," ujarnya.
Bansos ini akan menyasar 20,6 juta penerima dengan indeks bansos sebesar Rp150 ribu dalam empat bulan. Di mana, ada dua kali penyaluran. Yakni, pada September dan Desember untuk masing-masing dua bulan bansos. "Nah saat ini di PT Pos sudah 18,8 juta lebih yang siap disalurkan," sambungnya.
Sesuai perjanjian, nantinya PT Pos akan langsung mengantarkan dana tersebut ke penerima. Jika penerima merupakan penerima bantuan pangan non tunai (BPNT) maka di bulan ini bakal menerima sebesar Rp500 ribu. "Apabila ada permasalahan di lapangan, silahkan masuk ke command center kami di 021171," tegas Mantan Wali Kota Surabaya tersebut.(sol/dee/far/mia/wan/syn/lyn/das)
Laporan SOLEH SAPUTRA dan JPG, Pekanbaru dan Jakarta