DUMAI (RIAUPOS.CO) - Konsultasi publik terkait dengan pembahasan kawasan pengembangan pelabuhan terpadu diduga melanggar aturan. Pihak pemrakarsa kegiatan yakni PT Patra Niaga diduga sengaja meninggalkan masyarakat adat dalam konsultasi publik yang dilaksanakan pada 30 Oktober 2018 di Balai Pelatihan Pertamina Dumai itu.
Padahal dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor P. 26/MENLHK/SETJEN/KUM. 1/7/2018 tentang pedoman penyusunan dan penilaian serta pemeriksaan dokumen lingkungan hidup dalam pelaksanaan pelayan perizinan berusaha terintegrasi serta elektronik, Pasal 11 Ayat 4 dicantumkan masyarakat yang dilibatkan dalam konsultan publik mencakup kelompok masyarakat rentan, masyarakat adat, kelompok laki-laki dan perempuan dengan memperhatikan kesetaraan gender.
Terkait hal tersebut Ketua Dewan Pimpinan Harian (DPH) Lembaga Adat Melayu Riau (LAM-R) Kota Dumai Datuk Sri Syahruddin Husin memprotes keras konsultasi publik tersebut yang dinilai tidak menganggap LAMR Kota Dumai sebagai payung negari masyarakat adat. “Tindakan tersebut jelas mengangkangi peraturan yang ada. Untuk itu LAMR meminta agar Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tindak menerbitkan rekomendasi apapun untuk PT Patra Niaga,” ujar Datuk Syahruddin kemarin.
Datuk Sahruddin Husien menegaskan bahwa negeri ini ada tuannya, negeri ini ada penghulu apa lagi mengacu pada Perda Nomor 3/2017 Kota Dumai tentang Lembaga Adat Melayu Riau Kota Dumai, yang merupakan payung panji bagi organisasi kesukuan maupun ke daerahan. LAM-R merupakan payung panji bagi masyarakat adat Kota Dumai. “Kita mendukung segala investasi yang masuk ke Kota Dumai, namun semua harus taat aturan dan adat istiadat. Dimana bumi dipijak di situ langit di junjung jika investasi itu membawa manfaat bagi masyarakat adat kita akan mendukung, tapi apabila membawa mudarat silakan angkat kaki dari Bumi Lancang Kuning ini,” katanya.
Lagi-lagi, LAMR Kota Dumai menilai konsultasi publik yang dilalui PT Patra Niaga telah menyalahi aturan, selain itu juga tidak menghargai pemangku adat, sehingga persoalan Amdal diabaikan. ”Apalagi di kawasan tersebut ada makam keramat Datuk Kedondong, jangan sampai masyarakat adat nantinya tidak dapat berziarah ke sana jika sudah dibangun dan dipagar,” sebutnya.
Untuk itu LAM-R meminta kepada Kejati Riau, Kapolda, Kapolres, Kejari Dumai, serta instansi terkait untuk mengawasi proses perizinan kawasan pelabuhan tersebut.
“ LAM-R Dumai sudah melaporkan hal ini ke LAM-R Riau, dalam waktu dekat LAM-R akan menyurati DLHK Provisi Riau agar bertindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tuturnya.
Sementara itu, Kadis LHK Riau Ervin Rizaldi dikonfirmasi belum menjawab. Dinas LHK Riau dalam hal ini bertindak sebagai komisi penilai Amdal untuk kawasan pelabuhan terpadu tersebut.
Sedangkan, perwakilan PT Patra Niaga di Dumai, Beny saat dihubungi teleponnya tidak aktif. Saat di datangi ke kantor, Ahad (4/11) siang tidak berada di tempat.(ade)