PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Tiga tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) Tunjuk Ajar Integritas Pekanbaru dijebloskan ke dalam penjara, Kamis (1/11) siang. Mereka akan meringkuk di balik jeruji besi selama dua puluh hari ke depan, sebelum dilimpahkan ke pengadilan.
Para tersangka merupakan oknum pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau, yakni Yusrizal, Ichwan Sunardi dan Haryanto. Pada perkara ini mereka selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Ketua Pokja serta Sekretaris Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Riau.
Menariknya terhadap Ichwan Sunardi juga menyandang status tersangka perkara dugaan penyimpangan pembangunan drainase Jalan Soekarno Hatta yang ditangani Kejari Pekanbaru.
Penahanan terhadap ketiga tersangka dilakukan usai pelimpahan berkas perkara, berita acara pemeriksaan (BAP) dan barang bukti ke jaksa penuntut umum (JPU) atau tahap II di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Hal ini setelah, berkas perkaranya dinyatakan lengkap atau P-21. Selanjutnya mereka dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IIB Sialang Bungkuk, Pekanbaru.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau Subekhan mengatakan, pihaknya melakukan penahanan terhadap tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan RTH Tunjuk Ajar Integritas Pekanbaru. “Hari ini tahap II atau penyerahan tersangka dan barang bukti. Ada Ketua Pokja, Sekretaris Pokja dan PPK. Mereka kita tahan,” ujar Subekhan.
Penahanan pertama para tersangka ini akan dilakukan selama 20 hari ke depan, seiring jaksa penuntut umum menyusun dakwaan. Ditambahkan Subekhan, pihaknya berupaya secepatnya melimpahkan ketiganya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru untuk disidangkan.
“Secepatnya kita limpahkan ke persidangan,” sebutnya.
Atas perbuatannya lanjut Aspidsus Kejati Riau, mereka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 3 jo pasal 12 huruf (i) Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada perkara dugaan korupsi pembangunan RTH Tunjuk Ajar Integritas ini, ditetapkan 18 tersangka. Di mana enam tersangka telah menjalani proses persidangan dan dinyatakan bersalah yakni mantan Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau Dwi Agus Sumarno, Yuliana J Bagaskoro selaku rekanan. Kemudian, Direktur PT Panca Mandiri Consultant Reymon Yundra, seorang staf ahlinya Arri Arwin dan pihak konsultan pengawas Rinaldi Mugni. Terakhir, Khusnul yang merupakan Direktur PT Bumi Riau Lestari (RBL).
Sementara itu, terhadap sembilan tersangka lain di antaranya anggota Pokja Desi Iswanti, Rica Martiwi, dan Hoprizal. Lalu, Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Adriansyah dan Akrima ST serta seorang PNS bernama Silvia. Kata Subekhan, pihaknya akan melakukan evaluasi terkait peran mereka masing-masing dalam pengusutan perkara tersebut.
“Selebihnya atau sembilan tersangka akan dilakukan evaluasi, masih akan menunggu putusan formil dari pejabat-pejabat setempat. Kita evaluasi terhadap peran mereka masing-masing-masing. Apakah mereka bagian dari kepesertaan atau pembantuan,” jelasnya.
Kepesertaan yang dimaksud terangnya, para tersangka memiliki satu niat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Sedangkan, pembantuan adalah mereka memiliki kesengajaan untuk membantu tersangka lainnya dalam kasus ini.
Namun disampaikan Subekhan, pihaknya belum mengeluarkan putusan terakhir kepada sembilan tersangka tersebut. Karena masih melakukan evaluasi.
“Evaluasi dilakukan lantaran ada perbedaan antara fakta persidangan dan hasil penyidikan. Yang sisanya itu dievaluasi untuk mengkualifikasi apakah mereka dalam peserta atau membantu. Kalau tidak ada niat jahat dari mereka, kita tidak menghukum orang yang tak bersalah,” paparnya.
Untuk diketahui, proyek RTH Tunjuk Agar Integritas dibangun pada tahun 2016 dengan anggaran Rp8 miliar. Dari anggaran itu, dialokasikan Rp450 juta untuk membangun Tugu Integritas. Tugu tersebut diresmikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo pada 10 Desember 2016 lalu pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) di Riau sebagainya simbol bangkitnya Riau melawan korupsi.
Dugaan korupsi itu ditangani dengan melibatkan ahli multidisiplin ilmu. Perbuatan melawan hukum terjadi bukan pada penganggaran namun terhadap proses dari lelang hingga pembayaran. Dari konstruksi hukum yang didapati penyidik, ada tiga model perbutan melawan hukum. Pertama, pengaturan tender dan rekayasa dokumen pengadaan.
Kedua, ditemukan pula bukti proyek ini langsung dan tidak langsung ada peran dari pemangku kepentingan yang harusnya melakukan pengawasan namun tidak dilakukan. Ketiga, ditemukan bukti proyek ini ada yang langsung dikerjakan pihak dinas.(mng)
(Laporan RIRI RADAM KURNIA, Pekanbaru)