PUPR BELUM BISA PASTIKAN KAPAN DITEMPATI

Fitra Soroti Pengerjaan Gedung Mapolda Riau

Riau | Sabtu, 02 Maret 2019 - 10:30 WIB

Fitra Soroti Pengerjaan Gedung Mapolda Riau
Gedung Mapolda Riau di jalan Patimura terus menjadi sorotan. (ISTIMEWA)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Proses finalisasi pengerjaan Gedung Mapolda Riau di jalan Patimura terus menjadi sorotan. Sejatinya, masa kerja proyek senilai Rp161 miliar itu hingga akhir 2018. Namun, PT MAM Energindo tak mampu menyelesaikannya, sehingga diberi perpanjangan waktu hingga 50 hari ke depan, atau berakhir pada 20 Februari 2019 lalu.

Proyek ini menjadi sorotan, karena hingga selesainya batas perpanjangan waktu yang diberikan, proses pengerjaan tetap dilakukan. Untuk itu, ketegasan Dinas Pekerjaan Umum dan Permukiman Rakyat (PUPR) Riau dalam pembangunan gedung baru Mapolda Riau, dipertanyakan. Pasalnya, pihak rekanan masih melakukan pekarjaan, meski masa kerja telah berakhir.

Baca Juga :Polsek Senapelan Rangkul Tokoh Agama Sampaikan Pesan Pemilu Damai

Terkiat hal ini, Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Triono Hadi mempertanyakan, kinerja PT MAM Energindo yang tak mampu menyelesaikan pembangunan gedung baru Polda Riau.

"Berarti rekanan tidak konsisten,, jika melebihi waktu dari yang telah ditetapkan, yaitu perpanjangan 50 hari kalender," ungkap Triono Hadi saat berbincang dengan Riau Pos, baru-baru ini.

Pada saat rekanan menandatangani kontrak kerja dan perpanjangan waktu, diterangkannya, kontraktor telah menyatakan kesanggupannya menyelesaikan pekerjaan. Namun, jika ini tidak terealisasi, maka PT MAM Energindo telah wanprestasi.

Dengan demikian, lanjut Koordinator Fitra Riau, Dinas PUPR mesti memberikan sanksi tegas kepada rekanan atas ketidaksanggupan menyelesaikan pembangunan gedung di Jalan Pattimura tersebut. “Kerja samanya antara pemberi kerja dengan pihak rekanan. Untuk itu maka seharusnya pemberi kerja harus tegas terhadap rekanan yang tidak komit terhadap janjinya," jelasnya.

Sanksi yang mesti diterapkan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Berupa penalti denda dan sanksi lain yakni pemutusan kontrak kerja. "Sebenarnya harus ada sanksi lainnya berupa blacklist (daftar hitam, red) yang harus diumumkan oleh pemerintah kepada publik secara luas," paparnya.

Ditegaskan Triono, jika sanksi itu tidak diterapkan dikhawatirkan menimbulkan citra buruk dalam pelaksanaan proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau. “Ketika itu tidak dilakukan (pemberian sanksi), saya khawatir ada kerjasama antara pemberi kerja dengan pihak rekanan. Untuk itu maka seharusnya pemberi kerja harus tegas terhadap rekanan yang tidak komitmen terhadap janjinya itu," tutupnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas PUPR Riau, Dadang Eko Purwanto melalui Kabid Tata Bangunan, Zulkifli Rachman mengklaim, pembangunan fisik gedung Polda Riau telah selesai 100 persen. Pihak rekanan tinggal mengerjakan penyempurnaan bangunan. “Secara fisik gedung Mapolda Riau sudah selesai 100 persen. Saat ini kontraktor tinggal melanjutkan pekerjaan akhir saja,” katanya.

Saat ditanyakan tentang kontrak kerja, Zulkifli mengakui bahwa memang kontrak pembangunan Mapolda Riau berakhir pada Desember 2018 dan saat itu pekerjaan berada di angka 97 persen. Karenanya,  diberikan perpanjangan waktu 50 hari kelender.

“Diberikan perpanjangan waktu karena saat kontrak berakhir progres fisiknya sudah 90 persen ke atas. Kalau progresnya tidak segitu pasti kita hentikan pekerjaannya. Memang saat ini kalau dikatakan sempurna memang belum, karena masih proses pengerjaan akhir,” ujarnya.

Meski perpanjangan waktu telah berakhir, pihaknya tetap memberikan kesempatan kepada pihak kontraktor untuk menuntaskan bangunan dengan memanfaatkan masa pemeliharaan yakni 180 hari.

“Jadi dimanfaatkan masa pemeliharaan untuk perbaikan-perbaikan dan pengerjaan akhir. Mana yang secara teknis dinilai kurang pas kita minta untuk dibongkar, misalnya pemasangan atap gedung yang tidak sesuai perencanaan,” jelasnya.

Saat ditanyakan kapan Mapolda Riau bisa ditempati, Zulkifli menyatakan belum bisa memastikan. Ia juga menyebut, bahwa keterlambatan pengerjaan Mapolda Riau ini bukan serta merta kesalahan kontraktor. Melainkan juga karena proses pembangunannya yang baru dimulai akhir Juni 2018 lalu.

Untuk diketahui pekerjaan itu dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Riau. Proyek bernama Pekerjaan Fisik Pembangunan Gedung Kantor Polda Riau.

Adapun sumber dana berasal dari APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran (TA) 2018 dengan nilai pagu Rp170.132.976.000. Proyek itu dimenangkan PT MAM Energindo menyingkirkan 129 perusahaan lainnya. Adapun nilai penawaran adalah Rp161.626.000.0000.

Diketahui, ada empat bangunan yang dikerjakan pada lahan seluas 6 hektare, dan total luas bangunan 22 ribu meter persegi. Bangunan pertama yaitu bangunan utama Mapolda, yang terdiri dari lima lantai. Ditambah dengan satu lantai basement. Luas bangunan sendiri mencapai 16.588 meter persegi. Bangunan kedua, bangunan sayap barat. Di sini, nanti akan berfungsi untuk ruang Ditpamobvit. Gedung ini lebih rendah dari gedung utama, yakni dengan dua lantai, dengan luas bangunan 2.916 meter persegi.

Bangunan ketiga, adalah bangunan sayap timur. Bangunan ini difungsikan untuk Dittahti dan Ditresnarkoba. Sama dengan bangunan sayap barat, bangunan ini juga berdiri dengan dua lantai dan luas bangunannya 2.916 meter persegi.  Terakhir, adalah bangunan SPKT dan Biddokkes. Bangunan ini juga berdiri dua lantai, tapi luas bangunannya cukup kecil dibanding dengan yang lainnya, yakni 1.188 meter persegi.(rir)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook