Padahal, tahun-tahun sebelumnya, termasuk tahun lalu, rukyatul hilal penentuan awal Ramadan dilaksanakan di Ibu Kota Provinsi Riau yakni Kota Pekanbaru. "Ini memang pertama kali bagi Dumai jadi tempat pemantauan hilal," terangnya.
Ia mengatakan awalnya cuaca bagus dan dirinya berharap bisa melihat hilal dari Kota Dumai untuk pertama kalinya. Namun, atas kuasa Allah hilal awal Ramadan tidak terlihat di Kota Dumai. "Hilal tak terlihat akibat awan tebal. Semoga tahun depan bisa terlihat di Kota Dumai," ucapnya.
Kendati hilal tidak terlihat di Dumai, masih ada titik-titik lainya. Ia meminta kepada masyarakat untuk tetap menjalankan ibadah di bulan Ramadan dengan penuh semangat. "Ingat. Selalu jalankan dan terapkan protokol kesehatan. Saya minta kepada pengurus masjid dan musala untuk benar-benar menerapkan protokol kesehatan," ujarnya.
Kabid Urusan Agama Islam (Urais) Kanwil Kemenag Riau Afrialsah Lubis mengatakan memang pertama kali Provinsi Riau menunjuk Dumai sebagai tempat penentuan rukyatul hilal awal Ramadan. "Tempat di Dumai sangat representatif untuk melihat hilal," ujarnya.
Ia mengatakan hingga pukul 18.19 WIB pada, Senin (12/4) hilal awal Ramadan tidak terlihat. "Tidak terlihatnya hilal karena tertutup awan dan kabut. Padahal dari segi lokasi di lantai atas Hotel The Zuri sangat bagus untuk melihat hilal," terangnya.
Ia menjelaskan, untuk melihat hilal, pihaknya membawa alat teleskop dari Pekanbaru. Pengamatan dipusatkan di lantai 12 Hotel The Zuri Dumai. Saat dilakukan pengamatan, hilal tidak terlihat akibat tertutup awan tebal.
"Posisi hilal saat itu terpantau 3 derajat dari ufuk pada pukul 18.19 WIB. Namun memang tidak terlihat akibat awan tebal," sebutnya
Meskipun tidak terlihat dari Dumai, tambahnya, dirinya yakin daerah lain pasti ada yang melihat hilal karena ada 86 titik pemantauan, termasuk Dumai. "Hasil pemantauan kami pada hari ini (kemarin, red) akan kami laporkan ke pusat, dan ada sidang isbat menentukan awal puasa," tuturnya.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpesan supaya Ramadan menjadi momentum berlomba ibadah pribadi dan sosial. Ketua MUI Abdullah Zaidi mengatakan penetapan awal Ramadan susah sesuai dengan perhitungan hisab maupun pengamatan hilal (rukyatul hilal).
Dia mengatakan umat Islam patut bersyukur karena tahun ini pemerintah mengizinkan pelaksanaan ibadah di masjid atau musala untuk zona hijau dan kuning. Termasuk pelaksanaan ibadah Salat Tarawih maupun Salat Idulfitri nanti. Tetapi dia mengingatkan supaya umat tetap menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin.
‘’Mari berlomba beribadah. Berlomba juga untuk ibadah sosial," katanya. Dia berharap di tahun mendapat pelaksanaan awal Ramadan, 1 Syawal, dan lainnya bisa kompak seperti saat ini.
Untuk pertama kalinya sejak pandemi, Masjid Istiqlal juga kini dibuka untuk peribadatan selama bulan Ramadan. Meskipun dengan pembatasan-pembatasan. Kabid Pendidikan dan Pelatihan Masjid Istiqlal Faried F Saenong mengungkapkan, untuk tahun ini Istiqlal tidak menyelenggarakan buka puasa bersama dan juga sahur bersama.
"Iktikaf juga tidak. Jadi iktikaf yang menginap bermalam di masjid tidak kita laksanakan tahun ini karena pandemi," katanya.
Ia menyebut, Istiqlal juga beroperasi dengan kapasitas minimal. Memang pemerintah menyarankan 50 persen dari kapasitas penuh. Namun pihaknya memutuskan membatasi di bawah 30 persen saja.
"Yang umumnya 250 ribu jamaah datang ke Istiqlal, untuk Ramadan ini kami hanya mengambil mentok di jumlah 2.300 orang per hari. Lantai utama, kami tidak pakai lantai-lantai lainnya," katanya.
Sedangkan Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengeluarkan surat edaran berisi maklumat penyelenggaraan ibadah Ramadan untuk seluruh masjid di seluruh Indonesia. Sekjen DMI Imam Addaruqutni mengatakan ada sejumlah ketentuan yang mereka sampaikan dalam makluman tersebut.
Seperti pelaksanaan ceramah diupayakan tidak perlu lama-lama. Maksimal 15 menit atau 20 menit saja. "Dalam ceramah, mubalig diharapkan bisa menyisipkan pesan soal penegakan protokol kesehatan," katanya. Selain itu juga menyampaikan pesan dakwah tentang semangat menjaga persatuan dan kesatuan.
Jam Kerja ASN Berubah Selama Ramadan
Pemerintah telah menetapkan aturan jam kerja baru bagi para pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) selama Ramadan. Kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Nomor 09 Tahun 2021.
Sebulan ke depan, efektivitas kerja ASN dalam seminggu berkurang hingga lima jam. Dari yang sebelumnya minimal 37,5 jam, menjadi 32,5 jam dalam seminggu selama Ramadan tahun ini.
Menteri PANRB Tjahjo Kumolo menyatakan, aturan tersebut berlaku bagi ASN yang bertugas di instansi pemerintah pusat maupun daerah. Baik itu mereka yang memberlakukan 5 atau 6 hari kerja dalam seminggu.
Perinciannya, untuk instansi yang menerapkan lima hari kerja dimulai pukul 08.00-15.00 berlaku untuk Senin hingga Kamis. Sedangkan ASN yang bekerja enam hari dalam seminggu, dari Senin hingga Kamis dan Sabtu berlaku pukul 08.00-14.00. Setiap Jumat, waktu bekerja ASN dimulai pada jam yang sama. Hanya saja, pulang lebih lama mengingat jam istirahat yang bertambah.
Selama Ramadan, aturan work from home (WFH) juga masih tetap berjalan. "Jam kerja tersebut berlaku untuk semua pegawai ASN yang melaksanakan kedinasan dari rumah ataupun di kantor," tegas Tjahjo.
Terkait mekanisme dan jumlah pegawai yang WFO atau WFH, diserahkan sepenuhnya kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) setempat. Dengan bekal data zonasi risiko yang dikeluarkan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19. "Yang penting tidak mengganggu kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik di instansinya masing-masing," kata Mantan Kemendagri itu.(sol/hsb/wan/tau/shf/jpg)