‘’Berbagai program dan kegiatan serta alokasi belanja yang direalisasikan belum mampu mencapai tujuan utama RKPD. Yakni peningkatan kesejahteraan rakyat secara efektif,” paparnya.
Selain masalah pertumbuhan ekonomi, pihaknya juga menyoroti masalah kemiskinan yang mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang diperoleh PAN dari BPS, pada September 2017 angka kemiskinan berjunlah 517.985 jiwa atau 7,78 persen. Angka tersebut naik dibanding tahun 2016. Yakni 7,67 persen atau sebesar 501.590 jiwa.
‘’Sementara angka pengangguran terbuka walaupun menurun dari tahun 2016. Yakni dari 7,43 persen atau sekitar 222 ribu orang menjadi 6,22 persen atau sekitar 184 ribu orang,” pungkasnya.
Terakhir, Fraksi PAN juga menyoroti masalah realisasi belanja daerah. Di mana pada tahun 2017 meningkat pada angka 88,37 persen. Artinya, lanjut dia, dari Rp10,398 triliun dana yang tersedia, pemprov hanya mampu membelanjakan sebesar Rp9,188 triliun saja.
‘’Bahwa ternyata porsi belanja modal sebesar Rp2,192 triliun hanya dapat terealisasi sebesar Rp1,941 triliun atau 88,54 persen. Padahal belanja modal inilah porsinya masyarakat. Artinya yang langsung dapat dirasakan masyarakat. Di situ ada belanja modal untuk pembangunan jalan, irigasi dan jaringan, gedung dan bangunan, sampai peralatan dan mesin,” tuntasnya.
Terakhir pihaknya menyoroti masalah BUMD yang dinilai sakit tidak memberi kontribusi untuk daerah. Bahkan sejak pertama berdiri, penyertaan modal terhadap 7 BUMD yang ada belum bisa mengembalikan pokok penyertaan modal. Sebut saja PT Riau Investment Corporate (RIC) dan PT Riau Petroleum. Deviden yang baru dihasilkan BUMD tersebut belum sampai setengah triliun. Itu artinya, Pemprov Riau harus segera melaksanakan evaluasi terkait pengelolaan BUMD tersebut.
Pihaknya meminta agar Pemerintah Provinsi Riau bisa menjawab sejumlah pertanyaan yang disampaikan Fraksi PAN pada paripurna berikutnya.(nda)