“Itu birokrasi yang mengatur pusat semuanya. Mulai dari prosedur anggaran, penjabaran DIPA sampai ke proses lelang yang harus mengantre di ULP,” ucap lelaki yang akrab disapa Dedet itu.
Menurutnya, serapan APBD oleh pemprov seperti kurva S. Di mana pada triwulan pertama pelaksanaan cenderung datar atau stagnan. Pada triwulan kedua mulai ada peningkatan serapan. Hingga pertengahan tahun mulai kembali menurun. Hingga pada akhir tahun semua pekerjaan digesa. Hal itu menurut dia tidak baik.
Maka dari itu, ia menyarankan agar pemprov melakukan sejumlah evaluasi. Termasuk memangkas sejumlah prosedur yang tidak penting. Karena hal itu hanya dirasa menghambat proses belanja modal.
“Iya kami minta dievaluasi. Karena ini implikasinya luas. Bahkan sampai ke warung-warung kecil. Karena perputaran ekonomi jadi lambat,” tambahnya.
Soal persentase serapan anggaran triwulan pertama 2018 ini Dedet mengaku belum mendapat laporan terperinci.
“Saya belum terima laporan dari komisi. Kalau angka terperinci saya tidak ingat. Tapi memang masalah serapan anggaran ini sudah terjadi dari tahun ke tahun. Pemprov harus segera evaluasi,” tambahnya.(nda)