Dijelaskan Gubri, siaga jiwa berarti santri tidak lengah menjaga kesucian hati dan akhlak, berpegang teguh pada akidah, nilai dan ajaran Islam rahmatan lil’alamin serta tradisi luhur bangsa Indonesia.
"Bila zaman dahulu jiwa santri selalu siap dan berani maju untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, maka santri hari ini tidak akan pernah memberikan celah masuknya ancaman ideologi yang dapat merusak persatuan dan kesatuan Indonesia," kata Syamsuar saat membacakan amanat Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas.
Sedangkan siaga raga berarti badan, tubuh, tenaga, dan buah karya santri didedikasikan untuk Indonesia. Oleh karena itu, santri tidak pernah lelah dalam berusaha dan terus berkarya untuk Indonesia.
"Jadi, siaga jiwa raga merupakan komitmen seumur hidup santri yang terbentuk dari tradisi pesantren yang tidak hanya mengajarkan kepada santri-santri tentang ilmu dan akhlak. Melainkan juga tazkiyatun nafs, yaitu mensucikan jiwa dengan cara digembleng melalui berbagai ‘tirakat’ lahir dan batin yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari," tuturnya.
Di masa pandemi Covod-19 saat ini, tema yang diangkat Hari Santri 2021 juga dinilai sangat penting dan relevan. Lantaran, kaum santri tidak boleh lengah dalam menjaga protokol kesehatan 5M+1D (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, dan doa).
Gubri mengapresiasi pengalaman beberapa pesantren yang berhasil melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan atas dampak pandemi Covid-19. Hal itu lanjutnya, menjadi bukti nyata bahwa pesantren juga memiliki kemampuan untuk menghadapi pandemi Covid-19 di tengah berbagai keterbatasan fasilitas yang dimilikinya.
"Modal utamanya adalah tradisi kedisiplinan dan sikap kehati-hatian. Selama ini diajarkan oleh para pimpinan pesantren kepada santri-santrinya," ujar Gubri.
"Tidak lupa pula bahwa keteladanan mereka berkontribusi untuk mendorong para santri bersedia ikut vaksin yang saat ini sedang diprogramkan oleh pemerintah," tambahnya.(adv/sol)