Ditambahkan Al azhar, tuntutan yang akan tertuang harus dipenuhi agar kegiatan di Blok Rokan tersebut tetap berjalan. Ia menyatakan posisi Riau saat ini adalah pemilik tanah dan memegang hulu dari kegiatan tersebut. “Kita akan terus lawan, hingga tuntutan kita bisa dipenuhi,” tegasnya.
Sementara itu Ketua DPH LAM Riau Syahril Abubakar menegaskan Pemerintah Pusat harus melihat Riau. Surat Pemprov Riau yang dikirimkan meminta agar daerah dilibatkan dalam pengelolaan Blok Rokan tak digubris sama sekali. “Riau ini ada orangnya. Malam ini kami sepakat Pertamina belum kami terima. Perjuangan harus terwujud,” tegas Syahril.
Karena itu, dia menegaskan jika Pemerintah Pusat tidak melibatkan daerah mengelola Blok Rokan, maka pihaknya bersama masyarakat Riau akan menutup Blok Rokan. “Kalau Riau tak diajak runding dan kalau mereka mengatur minyak kita saja. Kami akan tutup Blok Rokan. Tolong sampaikan ke Istana bahwa Riau menuntut ikut serta mengelola Blok Rokan,” ancamnya.
Selain itu LAM Riau juga menuntut operator baru Blok Rokan harus membayar sewa hutan masyarakat adat yang dikelolanya ke depan. Dengan demikian kawasan operasi yang berada di hutan masyarakat harus ada sewanya. “Tanah saja dipakai untuk parkir bayar, masa kita tak dapat bayaran. Kan tak mungkin,” tegasnya.
Selain itu PT CPI yang akan meninggalkan sumur minyak juga dalam tuntutannya LAM meminta agar memaparkan seluruh kondisi hasil eksplorasi selama beroperasi melalui audit publik dan bertanggung jawab atas limbah dan kerusakan yang sudah terjadi.
Sementara itu Pemprov Riau perihal sudah ditetapkannya operator Blok Rokan mulai 2021 dari PT CPI ke PT Pertamina hingga malam tadi belum memberi penjelasan jelas. Namun secara prinsip beberapa pejabat Pemprov mengapresiasi dan mendukung kembalinya ladang minyak ke pangkuan ibu pertiwi.
“Tentunya kami bangga atas keputusan karena kembali ke nasional. Pembahasan lebih lanjut akan dilakukan nanti,” ujar Kepala Dinas ESDM Riau Indra Agus Lukman.
Sementara itu Asisten II Setdaprov Riau H Masperi yang dikonfirmasi Riau Pos malam tadi juga belum memberikan penjelasan lebih lanjut perihal langkah ke depan soal Blok Rokan. Gubernur Riau H Arsyadjuliandi Rachman yang Selasa siang dikonfirmasi mengatakan Blok Rokan memang akan berakhir di 2021. Tentunya kata Gubernur mekanisme untuk proses ini ada di pusat.
“Yang namanya harapan dari seluruh stakeholder, tokoh masyarakat, lembaga dan masyarakat agar kita ikut berpartisipasi atau ikut memiliki konsesi ini tentu dengan mekanisme yang ada dan sudah disampaikan ke pusat, keputusan di pusat, kita menyambut baik usulan seluruh pihak nanti akan dikomunikasikan ke pusat. Kalau kita menyatakan siap dilibatkan,” papar Andi Rachman sapaan akrab Gubri.
Terpisah, Tim Komunikasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) Okta Heri Fandi menyebut pihaknya tetap pada komentar yang sama. Yakni menghormati hak dan kewenangan Pemerintah dalam menentukan masa depan Blok Rokan. Dirinya menyebut PT CPI sendiri bangga akan kemitraan yang kuat dengan masyarakat dan Pemerintah Indonesia. Serta berkomitmen untuk terus mendukung Indonesia dalam mengembangkan sumber daya energinya.
Saat ditanya soal adanya tudingan permainan PT CPI dengan Pemerintah Pusat, Okta enggan menanggapi. Dia menyebut PT CPI tidak mau berspekulasi terhadap masalah ini. “Saya enggak bisa mengomentari. Ya, jawaban nya masih sama seperti yang kemarin,” ungkapnya.
Data Ulang Aset Sebelum Take Over
Pemerintah akhirnya memutuskan pengelolaan Blok Rokan jatuh ke tangan PT Pertamina. Hal itu mendapat sambutan baik dari banyak pihak. Termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau. Karena blok migas terbesar di Indonesia itu, akhirnya bisa dikelola anak negeri. Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Riau Taufik Arrakhman kepada Riau Pos, Selasa (31/7).
Menurut Taufik keputusan yang diambil Pemerintah Pusat sangat tepat. Karena mengutamakan jiwa nasionalis yang tinggi. Di mana keuntungan otomatis akan langsung masuk ke negara. Daerah sebagai penghasil tentu akan mendapatkan hasil yang lebih besar dari saat ini. Ia pun meminta agar keputusan tersebut langsung disambut dengan memikirkan nasib ribuan karyawan lokal. Karena mau tidak mau, Pertamina harus langsung menerima. Sebab eks karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) merupakan pegawaj profesional yang sudah terbukti kinerjanya. Maka patut diperjuangkan untuk bekerja kembali di Pertamina.
“Sebelum proses take over, PT CPI harus mendata ulang aset yang akan diserahkan ke Pertamina,” ujar politisi Gerindra itu. (fat/egp/nda/dal/ted)