JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Aksi saling menjelekkan antar pendukung paslon capres-cawapres, cenderung berupa ujaran kebencian, yang marak ditemui di media sosial menjadi keprihatinan Mahfud MD. Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu menilai, ujaran kebencian yang banyak beredar di kalangan netizen pada dasarnya bersumber dari nilai-nilai tradisional, termasuk dalam hal agama.
‘’Ujaran kebencian itu lebih banyak bersumber dari persoalan konservatisme. Konservatisme agama itu menimbulkan ujaran kebencian berdasarkan agama,’’ ujar Mahfud MD, Sabtu (29/12).
Konservatisme agama ini membangun cara pandang sempit seseorang akan suatu masalah. Efeknya, seseorang dengan mudah menjuluki orang lain kafir, apabila punya pendapat atau pandangan yang berbeda, bahkan untuk urusan di luar akidah.
‘’Kalau kita mengatakan sesuatu (pandangan yang berbeda dari dia), lalu dituding kafir. Macam-macamlah gitu. Lalu difitnah macam-macam,’’ ungkapnya.
Menurut Mahfud, fenomena semacam ini perlu menjadi perhatian pula bagi pemerintah. Pasalnya, ini merupakan gejala tumbuh suburnya intoleransi.
‘’Jadi, payungnya kita harus menyadari bangsa ini tidak boleh rusak hanya karena perbedaan. (Untuk memperjuangkan) Kebebasan (berpendapat), negara harus hadir,’’ ungkapnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menambahkan, negara harus menegakkan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Apabila ada yang melakukan ujaran kebencian langung ditindak, tanpa pandang bulu.
‘’Misalnya menegakkan sungguh-sungguh UU ITE itu tanpa pandang bulu. Jangan kalau si A melakukan lalu di tangkap. Lalu, si B melakukan, dibiarkan,’’ katanya.(gwn/jpg)