Harga Pupuk Selangit, Harga TBS Kandas, Larangan Ekpor CPO Dikritik DPR

Politik | Rabu, 27 April 2022 - 13:30 WIB

Harga Pupuk Selangit, Harga TBS Kandas, Larangan Ekpor CPO Dikritik DPR
Legislator daerah pemilihan Riau, Achmad. (AFIAT ANANDA/RIAPOS.CO)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk minyak goreng. Hal ini disampaikan Jokowi pada rapat tentang pemenuhan keperluan minyak goreng dalam negeri.

Pelarangan ekspor ini berlaku mulai 28 April mendatang. Pascakebijakan itu dikeluarkan, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit terjun bebas serentak seluruh daerah penghasil sawit di Indonesia.


Anggota DPR RI Fraksi Demokrat, Achmad mengatakan, pemerintah tidak serius menyelesaikan persoalan mendasar pada rakyat. Bahkan dia berpendapat bahwa pemerintah terkesan memainkan nasib rakyatnya karena setiap kebijakan yang dikeluarkan, menimbulkan masalah baru.

"Ini namanya mengatasi masalah dengan masalah. Masalah lama belum selesai, sekarang timbul masalah baru lagi menjelang Idulfitri," ujar Achmad, Rabu (27/4/2022).

Kebijakan yang dikeluarkan Presiden Jokowi itu sangat berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat. Saat ini salah satu sektor komoditi yang bisa menopang ekonomi masyarakat provinsi penghasil kelapa sawit.

Buntut dari arahan Presiden Jokowi melarang ekspor bahan baku minyak goreng ini membuat anjlok harga TBS petani sampai 45-60 persen.

"Sekarang harga TBS terjun bebas, bukan turun lagi, tapi sudah terjun bebas di angka yang sangat fantastis. Kayak gak ada harganya lagi," tuturnya.

Achmad menilai, hampir semua kebijakan pemerintah Jokowi ini bermasalah dan menimbulkan masalah baru. Padahal pemerintah memiliki seluruh perangkat untuk mengukur sejauh mana kebijakan tersebut berdampak positif pada masyarakat.

"Dengan perangkat pemerintah yang begitu lengkap, harusnya pengambilan keputusan itu sudah tepat dan tidak mesti melalui perdebatan lagi," katanya.

Kondisi tersebut diperparah lagi ketika rasio kenaikan harga pupuk sudah di atas ambang normal. Bahkan kenaikan harga pupuk sudah sangat tidak terkontrol. Petani sawit mengeluhkan dan kelabakan dengan tingginya harga pupuk sehingga biaya produksi ikut membengkak.

“Laporan dari petani sawit di di 26 provinsi, kenaikan harga pupuk ini merata, baik NPK dan tunggal. Kalau harga pupuk tidak terkendali, biaya produksi dipastikan naik signifikan," jelasnya.

“Penjualan pupuk tidak hanya terkait ke ketersediaan, tapi juga keterjangkauan dan berharap Pupuk Indonesia (BUMN) menjadi penyembang, bukan malah pemicu naiknya pupuk secara nasional. Faktanya pupuk dari produsen BUMN ini lebih tinggi kenaikannya dibandingkan non-BUMN," sambungnya. 

Achmad mengaku prihatin dan miris melihat kondisi yang tak beraturan ini. Ia meendesak pemerintah harus mengevaluasi harga pupuk dan harus seimbang dengan harga TBS.

"Saya menyampaikan kenaikan harga pupuk sebaiknya seimbang dgn kenaikan harga TBS. Jangan pula melampaui rasio kenaikan harga TBS saat ini. Pupuk itu sangat penting bagi petani, jangan malah menjadi beban karena pupuk itu pemicu produksi bukan penghambat produksi," terangnya.

Legislator daerah pemilihan Riau I ini mendesak agar pemerintah mengkaji ulang kembali kebijakan yang telah dibuatnya, dan melakukan riset terlebih dahulu supaya kebijakan itu tidak merugikan rakyat.

"Pemerintah wajib mengeluarkan kebijakan itu harus berdasarkan data dan fakta di masyarakat. Jangan sampai kebijakan tersebut hanya menyusahkan rakyat. Kalau perlu cabut kebijakan tersebut dan cari solusi lain yang lebih aman," pungkasnya.

Laporan: Yusnir (Jakarta)

Editor: Edwar Yaman

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook