JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani 11 instansi pemerintah terkait penanganan radikalisme Aparatur Sipil Negara (ASN) menuai kritik. Anggota Komisi II DPR RI, Sodik Mudjahid mengatakan, SKB terebut dinilai membatasi kebebasan berpendapat ASN. Kondisi ini dianggap memundurkan demokrasi.
"Saya jadi teringat pegawai negeri zaman orde baru. Nanti jangan jangan, nanti pemilu pun dilaksanakan di kantornya. Ini sesuatu yang harus kita waspadai sebuah kemunduran dari rezim ini menuju ke rezim yang selama ini dengan kata-katanya kita gulingkan," ujar Sodik di Komplek DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (25/11).
Politikus partai Gerindra itu menyebut SKB ini telah mencederai reformasi birokrasi yang diusung pemerintah. Menurutnya, pemerintah seharusnya melakukan penguatan Badan Intelejen Negara (BIN) dan aparat keamanan seperti TNI-Polri. Langkah itu dinilai lebih efektif dalam upaya pencegahaan radikalisme.
"Tanpa harus ada dengan pendeketan formal ini yang kemudian masyarakat jadi gaduh dan kemudian itu tadi hak asasi manusia kebebesan berpendapat, kebebasan menentukan hak politik itu menjadi terganggu," ucap Sodiq.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia mengingatkan pemerintah agar SKB ini tidak menganggu kerja ASN karena kebebasan ekpresinya terbatas. "Kedua masyarakat jadi terkungkung kan, nah dia mengomentari positif sesuai pandangan dia, itu jadi masalah hukum juga," kata dia.
Meski begitu, Doli menghimbau kepada masyarakat agar tidak represif terhadap SKB ini. Karena sebuah aturan baru biasanya memiliki tenggat waktu untuk uji publik.
"Saya kira pemerintah juga bisa terbuka menerima masukan dan melanjutkan dengan dialog. Masukan itu positif pak Jokowi akan terbuka untuk revisi," pungkasnya.
Sebelumnya, 11 instansi pemerintah melakukan penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) penanganan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Jakarta, Selasa (12/11). Mereka juga meluncurkan portal aduan ASN, aduanasn.id.
11 instansi pemerintah tersebut yakni MenpanRB, Mendagri, Menkumham, Menag, Mendikbud, Menkominfo, Kepala BIN, Kepala BNPT, Kepala BKN, Kepala BPIP, dan Komisi ASN.
Adapun SKB ini disepakati bahwa ASN tidak boleh menyampaikan pendapat baik itu secara lisan maupun tulis dan bentik lainnya melalui media soail yang bersifat ujaran kebencian kepada negara, maupun suku, ras, agama dan golongan. ASN dilarang menyebarkan pendapat yang berbau ujaran kebencian melalui media sosial.
ASN juga dilarang membuat dan menyebarkan berita hoax di media sosial. ASN dilarang menyelenggarakan dan mengikuti kegiatan yang bertentangan dengan dasar negara, hingga ASN dilarang memberikan like, dislike atau komentar terhadap konten ujaran kebencian di media sosial.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal