PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau menggelar simulasi pemilihan dan pemungutan suara Pemilu 2019, Ahad (24/3). Kegiatan di halaman Gedung KPU Riau, Jalan Gajah Mada, Pekanbaru itu digelar sejak pukul 07.00 WIB.
Meski hanya simulasi, kegiatan itu digelar serupa pelaksanaan pemilu asli. Di mana ada petugas pemilihan, pengawas, unsur keamanan, termasuk masyarakat pemilih. Bahkan segala keperluan logistik saat pemilu juga dihadirkan.
Baca Juga :
Pemilu di Indonesia Paling Singkat Sekaligus Paling Rumit
Tidak hanya itu, selain unsur penyelenggara pemilu, hadir juga dalam simulasi itu Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution, Kapolda Riau Irjen Pol Widodo Eko Prihastopo. Kedua petinggi Riau itu turut menyaksikan proses simulasi yang berlangsung. Ketua KPU Riau Ilham M Yasir menuturkan simulasi memang sengaja digelar pukul 07.00 WIB. Itu disesuaikan dengan waktu pelaksanaan asli.
Namun yang agak sedikit berbeda adalah jumlah pemilih yang dihadirkan. Jika pada pelaksanaan asli 1 TPS ada 300 pemilih, pada simulasi KPU hanya menggunakan 100 pemilih saja. Sehingga waktu pelaksanaan tidak sampai pada pukul 13.00 WIB. Hanya sampai pukul 10.00 WIB.
“Alhamdulillah kita sudah mulai sesuai pembukaan TPS pukul 07.00 WIB tadi. Untuk simulasi kita gunakan sebanyak 100 pemilih. Kalau 1 TPS itu ada 300, kita hanya gunakan 3,3 persen. Kenapa pemungutan ini penting, karena paling tidak ini jadi gambaran sekaligus sosialisasi kami,” sebut Ilham kepada wartawan di lokasi.
Dalam kegiatan itu, ujar Ilham, KPU Riau beserta Bawaslu Riau mengundang seluruh jajaran tingkat kabupaten/kota. Gunanya untuk bisa memahami bagaimana gambaran pemilu yang digelar pada 17 April mendatang. Dengan harapan nantinya KPU dan Bawaslu tingkat kabupaten/kota juga dapat menyelenggarakan kegiatan serupa untuk memberi bimbingan teknis terhadap Panwascam dan PPK di masing-masing wilayah.
Sementara itu, Komisioner KPU Riau Divisi Teknis Joni Suhaidi menyebut dalam simulasi pihaknya membuat sejumlah konflik yang diperkirakan muncul pada pelaksanaan pemilu sebenarnya. Seperti pemilih yang tidak berhak melaksanakan pemilihan di TPS sana, pemilih yang pindah namun tidak punya formulir A5 sampai kepada proses penghitungan suara yang tidak cocok antara jumlah surat dengan penghitungan yang dibacakan.
“Jadi kami sengaja merancang konflik. Kami ingin melihat bagaimana petugas pemilihan di TPS menyikapi persoalan yang ada. Kami lihat saja. Nanti setelah selesai baru ada sesi evaluasi. Dari sana kami berikan masukan. Apa saja yang harus dilakukan bila timbul persoalan yang dibuat tadi, “ ujar Joni Suhaidi.(nda)