JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Ketua MPR Bambang Soesatyo mengungkapkan, setelah merebaknya Covid-19, IMF meramalkan dunia menuju kebangkrutan massal. Sistem ekonomi dunia terkoreksi. Pandemi Covid-19 telah mengkoreksi globalisasi dalam seluruh tatanan ekonominya menuju tatanan ekonomi baru.
"Bila ekonomi global runtuh, maka otomatis ekonomi lokal mengambil haluan. Berbicara ekonomi lokal tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi Pancasila. Inilah peluang ekonomi Pancasila mengambil alih sistem ekonomi global," kata Bamsoet, Sabtu (20/6).
Bamsoet menggambarkan ekonomi Pancasila itu dengan lapak kaki lima yang bertebaran di pinggir jalan, di sudut gang sempit atau desa. Seperti masa lampau, orang bercocok tanam, berternak, berkebun demi bertahan hidup tanpa dipusingkan statistik pasar saham.
Bamsoet menjelaskan, dalam banyak pembahasan tentang sistem perekonomian Indonesia, disebutkan bahwa Indonesia memiliki sistem ekonomi tersendiri di luar sistem ekonomi besar dunia yang berlaku di banyak negara, yakni kapitalisame dan sosialisme.
"Sistem perekonomian Indonesia adalah sebuah sistem khas yang dirancang oleh para pendiri bangsa, yang merupakan "jalan ketiga" (the third way), dan bukan menjadi jalan tengah dari dua ideologi besar tersebut," jelasnya.
Sistem perekonomian nasional, lanjut Bamsoet, secara yuridis konstitusional sesungguhnya telah diatur secara tegas dalam konstitusi kita. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 merupakan perwujudan dari sila kelima Pancasila, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
"Para pendahulu kita secara tegas merumuskan sistem perekonomian nasional kita bukanlah sistem ekonomi sosialis, di mana negara menjadi dominan sebagai pelaku ekonomi, dan bukan pula negara dengan sistem ekonomi kapitalis, di mana individu dan pasar menjadi dominan menentukan perilaku ekonomi," paparnya.
"Sistem ekonomi kita adalah Ekonomi Pancasila, yakni pengelolaan ekonomi negara yang bersumber pada nilai-nilai yang mengedepankan nilai-nilai religiusitas, humanitas, nasionalitas, demokrasi, dan keadilan sosial sebagaimana etika ekonomi dan bisnis yang diatur dalam Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa," imbuhnya.
Bamsoet menambahkan cara-cara mengelola perekonomian negara yang bersifat etatisme, kolusi penguasa-pengusaha, dan perilaku monopolistik tidak sesuai dengan etika kehidupan berbangsa. Cara seperti ini berdampak negatif terhadap kesejahteraan sosial dan melukai nilai keadilan sosial.
Untuk mempertegas politik ekonomi nasional yang berkeadilan sesuai tuntutan reformasi, sambung Bamsoet, maka MPR menerbitkan Ketetapan Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi untuk Demokrasi Ekonomi, dan Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
"Amanat konstitusi dan Ketetapan MPR ini harus menjadi landasan konstitusional, konsepsional dan operasional dalam membangun Sistem Perkonomian Nasional kita," tuturnya.
Namun, Bamsoet mengakui pada tataran implementasi kebijakan pembangunan ekonomi sering kali tidak konsisten berada di jalur yang dirancang tersebut.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi