RIAUPOS.CO - Isu manipulasi hasil verifikasi faktual partai politik (parpol) peserta pemilu masih bergulir. Posko yang dibuka oleh koalisi masyarakat sipil peduli pemilu telah menghimpun sejumlah aduan. Yakni, terkait intervensi saat penetapan hasil verifikasi faktual.
Anggota koalisi Kurnia Ramadhana mengatakan, posko pengaduan yang dibuka pekan lalu sudah menerima belasan laporan. Tercatat sudah ada laporan dari 12 kabupaten/kota dan 7 provinsi yang mengaku mengikuti instruksi berbuat curang saat proses verfak. Temuan-temuan ini akan kami dalami,’’ ujarnya kemarin (18/12).
Dari laporan yang dihimpun, dugaan manipulasi itu terjadi pada 7 November 2022. Khususnya, saat tahap penyampaian laporan hasil rekapitulasi verfak. Disebutkan, melalui video call, anggota KPU RI mendesak KPU provinsi untuk mengubah hasil sejumlah parpol yang tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS).
Namun, rencana ini terkendala, karena beberapa anggota KPU daerah, baik provinsi/kabupaten/kota tidak sepakat melakukan kecurangan tersebut, ujar peneliti ICW itu. Intervensi itu, kata Kurnia, diubah melalui kesekjenan KPU RI. Mereka memerintahkan sekretaris KPU provinsi untuk melakukan hal serupa. Yakni dengan memerintahkan pegawai operator sistem informasi partai politik (sipol) mengubah status verifikasi parpol. Disertai ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak, imbuhnya.
Atas berbagai dugaan itu, koalisi mendesak agar dilakukan audit terhadap sipol. Selain itu, Presiden perlu ikut memastikan pelaksanaan Pemilu tidak dicemari praktik intimidasi, kecurangan hingga manipulasi.
Ibnu Syamsu Hidayat, kuasa hukum KPU daerah dari Themis Indonesia menambahkan, penetapan parpol tidak menghentikan upaya pengusutan. Dia menyebut, pemilu bisa bermasalah jika diawali dengan proses yang tidak jujur. Jadi proses advokasi tidak berubah, ujarnya.
Sembari menunggu respon atas somasi yang disampaikan kepada KPU RI, pihaknya juga menyiapkan upaya hukum lainnya. Antara lain mengadukan secara etik para komisioner ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.
Rencana akan kami lakukan dalam waktu tidak lama lagi, imbuhnya. Pihaknya juga tengah mempertimbangkan opsi jalur pidana jika dalam perkembangan menemukan indikasi pelanggaran tersebut. Dalam kesempatan itu, Ibnu menegaskan jika pihaknya dan klien bukan berjuang untuk kepentingan politik manapun.
Saat dikonfirmasi di Kantor KPU kemarin, Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, pihaknya sudah menerima informasi berkaitan dengan somasi maupun keberatan itu. Prinsipnya apa yang disampaikan publik pada kami, kami akan respon dan kami akan tindak lanjuti, ujarnya.
Hanya saja, Idham menyebut somasi ataupun informasi yang disampaikan belum jelas. Untuk pihak KPU daerah yang keberatan misalnya, tidak disebutkan wilayah mana saja. Baginya, itu menyulitkan untuk dalam melakukan pengecekan.
Sudah mulai dilakukan cross check cuma memang dalam surat tersebut tidak menyebutkan anggota KPU mana. Locusnya (lokasi, red) juga tidak ada, imbuhnya.(far/bay/jpg)
Laporan JPG, Jakarta