JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kritikan Bawaslu atas kebisingan saat debat kedua 17 Februari lalu rupanya tidak hanya dirasakan satu dua orang. KPU juga mengakui bahwa pendukung kedua capres sangat berisik. Sejumlah undangan yang didatangkan KPU juga merasakan hal yang sama dan menyampaikannya kepada KPU. Solusinya, jumlah pendukung akan dikurangi.
Komisioner KPU Viryan Azis menjelaskan, pihaknya mendapat banyak masukan mengenai pendukung capres di debat kedua. Jumlah pendukung yang mencapai 280 orang (masing-masing 140) dianggap terlalu banyak. Kemudian, terdapat sorak sorai serta sejumlah pendukung yang tidak tertib. ’’Sehingga mengganggu konsentrasi pasangan calon,’’ terangnya saat ditemui di KPU, kemarin (18/2).
Karena itu, KPU memutuskan akan mengurangi jumlah pendukung kedua kandidat yang bisa masuk arena debat. ’’Pilihannya ada dua. Dikurangi atau tidak ada (pendukung) sama sekali,’’ lanjut mantan Komisioner KPU Kalimantan Barat itu.
Bagaimanapun, lanjut Viryan, KPU hendak menghadirkan debat di mana para kandidat benar-benar bisa berkonsentrasi. Juga bisa total mengeluarkan pandangannya, visi misinya, dan programnya tanpa terganggu. Setiap detik dalam debat adalah momen berharga. Sehingga pihaknya tidak ingin kegaduhan itu berulang di debat ketiga.
Menurut Viryan, opsi menghilangkan pendukung muncul lantaran keberadaannya dalam debat sebenarnya juga tidak wajib. ’’Kan bisa nobar (nonton bareng). Itu siaran langsung,’’ ucap Viryan. Harapannya, para kandidat bisa lebih fokus saat debat dan tidak terganggu dengan ulah para pendukung.
Viryan menyayangkan ulah para pendukung yang tidak tertib itu. dia bisa memahami bahwa terjadi euforia dan para pendukung berusaha menunjukkan rasa bangganya atas jawaban jagoannya. ’’Tapi mestinya mereka sadar itu mengganggu calon mereka,’’ tambahnya.
Pantauan JPG, sebagaimana yang mungkin dirasakan para penonton debat, beberapa kali sorakan pendukung terdengar di tengah kesempatan kandidat berbicara. Kedua moderator, Tommy Tjokro dan Anisha Dasuki berulang kali harus menegur para penonton yang tidak tertib itu. suara mereka membuat penonton televisi terganggu fokusnya dalam menyimak paparan kedua capres.
JPG yang berada di arena debat merasakan betul kebisingan itu. Fotografer JPG Hendra Eka yang berada di dalam ballroom menyaksikan sendiri betapa kedua kubu saling beradu yel-yel dan saling bersorak bahkan ketika capres berbicara. Wartawan JPG Bayu Putra yang berada di area wartawan di luar ballroom juga bisa mendengar sorakan tersebut.
Sementara itu, Bawaslu menyatakan masih melakukan kajian terhadap debat capres tersebut. Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar mengaku tidak bisa berkomentar banyak mengenai jalannya debat. Terutama tentang kabar bahwa dalam memberikan argumennya, Joko Widodo dituding melakukan serangan personal terhadap Prabowo Subianto. ”Saya tidak bisa mendahului apa yang akan menjadi keputusan dalam rapat pleno,” tuturnya.
Namun, Fritz menyarankan untuk segera membuat laporan. Bagi siapa saja yang merasa, terjadi dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu capres yang mengikuti debat Ahad malam. Bawaslu, akan menampung dan mempertimbangkan semua laporan yang masuk. ”Kami persilahkan pihak-pihak yang merasa ada dugaan pelanggaran terhadap debat tadi malam (kemarin malam, red),” katanya.
Fritz menjelaskan, setiap pelanggaran yang dilakukan capres diatur dalam Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017. Tentang setiap peserta kampanye, dilarang menyebarkan ujaran kebencian. Setiap peserta yang melanggar ini, Bawaslu wajib memberikan sanksi terhadap yang bersangkutan. ”Sanksinya juga bukan hukuman pidana, melainkan lebih ke etika yang akan menjadi concern KPU di debat putaran selanjutnya,” jelas Fritz.(byu/bin/lum/bay/far/jpg)