JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi III DPR dituding tengah berupaya untuk menjegal Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama untuk maju lewat jalur independen dalam Pilkada DKI 2017 mendatang.
Hal itu akibat langkah Komisi II DPR yang menaikkan syarat persentase dukungan calon independen dalam pemilihan kepala daerah.
"Kan sudah diputuskan oleh MK dan dinyatakan konstitusional. Nah tiba-tiba Ahok marah-marah. Jadi saya kira semua parpol sakit hati. Ada isu deparpolisasi, akhirnya masuk ke sana," ujar Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani, dalam keterangan persnya.
Menurut Ismail, jika persentase dinaikkan, akan sangat memberatkan bagi calon independen. Padahal sebelumnya, MK telah meringankan, demi menjamin hak-hak konstitusi masyarakat, yakni syarat dukungan 6-10 persen jumlah penduduk, diperintahkan menjadi 6-10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di suatu daerah.
"Jangan lupa, calon yang dari parpol dan yang dari independen ini lahir dari rahim yang berbeda. Calon independen adalah hak kesetaraan di mata hukum dan pemerintahan. Artinya itu hak individu yang melekat pada setiap orang," ujar Dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.
Hal itu, kata Ismail, berbeda dengan bakal calon yang diusung partai politik. Sebab itu merupakan hak yang diperoleh dari badan hukum yang berhimpun dari satu wadah yang namanya partai politik.
"Saya yakin usulan itu politis sekali, jelas isu utamanya deparpolisasi, parpol cemas karena tidak lagi diminati rakyat dan seterusnya. Jadi patut diduga kuat bahwa revisi pasal terkait syarat calon independen itu ditujukan untuk menjegal Ahok, tapi imbasnya juga untuk calon-calon independen daerah lain," ujar Ismail.
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy sebelumnya mengatakan, dukungan bagi pasangan calon independen idealnya sekitar 20 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT).
Dengan begitu, ada keseimbangan dengan syarat dukungan parpol sebesar 20 persen kursi legislatif atau 25 persen suara sah pemilu 2014.(gir)
Sumber: JPNN
Editor: Boy Riza Utama