JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Catur Sigit Nugroho hanya bisa pasrah melihat meja tempat bilik suara di depannya, Kamis (14/2). Kolong meja TPS di aula Kementerian Sosial itu tidak lowong. Alhasil, dia tidak bisa menjangkau ujung terdalam bilik suara. Surat suara yang dia coblos pun tidak bisa masuk sepenuhnya ke dalam bilik suara.
Aktivitas Sigit itu merupakan bagian dari simulasi pemungutan suara untuk penyandang disabilitas. Kegiatan tersebut diselenggarakan KPU bersama Pusat Pemilihan Umum Akses (PPUA) Disabilitas. Di antara sekitar 100 penyandang disabilitas yang hadir, 20 orang menjajal simulasi tersebut.
Sigit merupakan penyandang disabilitas fisik. Dalam aktivitasnya sehari-hari, dia menggunakan kursi roda. Dalam simulasi kemarin, dia tidak bisa memasukkan kursi roda ke bawah meja karena terhalang tumpuan kaki meja yang melintang. ”Jadi, kemungkinan (hasil coblosan) untuk diketahui orang itu lebih besar,” ujarnya.
Seharusnya, lanjut pria 37 tahun itu, bagian bawah meja benar-benar lowong. Dengan begitu, kursi roda bisa masuk sampai batas dada pemilih. Bila syarat itu tidak dipenuhi, kerahasiaan pilihan tidak bisa dijamin. ”Di kiri dan kanan, dengan melirik saja sudah kelihatan,’’ lanjutnya. Selebihnya, menurut dia, kondisi TPS sudah ideal dan sebaiknya diterapkan di semua TPS.
Lisa Gustinar, pemilih lain, menghadapi problem berbeda. Penyandang tunanetra itu menyayangkan kurangnya template bagi pemilih tunanetra. ’’Template yang ada itu untuk surat suara presiden dan DPD saja,’’ tuturnya. Sementara itu, template untuk surat suara DPR dan DPRD tidak tersedia. Hitungan JPG, Lisa berada di bilik suara selama 5 menit 30 detik.
Kabiro Teknis dan Hupmas KPU Nur Syarifah mengakui bahwa KPU tidak mencetak template untuk DPR dan DPD. Selain persoalan anggaran, pihaknya dihadapkan pada banyaknya jenis template yang harus dibuat. Sebab, template untuk setiap dapil berbeda. ’’DPR RI saja ada 80 dapil,’’ ujarnya setelah simulasi.
Karena itu, pihaknya memaksimalkan fungsi pendamping tunanetra. Terutama untuk mendampingi mereka mencoblos surat suara DPR dan DPRD. KPPS memiliki satu anggota yang mendapat tambahan tugas sebagai pendamping pemilih tunanetra. ’’Namun, dalam praktiknya, selama ini yang mendampingi adalah keluarganya,’’ tambah Inung, panggilan Nur Syarifah.
Prinsipnya, KPU sudah mengatur pembuatan TPS yang ramah bagi penyandang disabilitas. Lokasi TPS harus landai. Namun, bila terpaksa di lokasi yang tidak ideal, harus ada petugas yang siap membantu. Spesifikasi TPS dan penataannya juga sudah diupayakan sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas.(byu/c7/fat/jpg)