JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyampaikan masih berpegang pada dua opsi skenario tentang tanggal Pemilu 2024. Pernyataan itu merespons isu soal politisasi tanggal Pemilu 2024, yaitu 21 Februari, menjadi "pemilu 212".
Opsi pertama adalah pemilu serentak digelar pada 21 Februari, sedangkan pilkada serentak pada 27 November. Adapun opsi kedua adalah pemilu serentak pada 15 Mei 2024, sedangkan pilkada serentak pada Februari 2025.
"Sampai saat ini usulan kami sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya," kata Ketua KPU Ilham Saputra di Jakarta.
Ilham tidak berkomentar banyak terkait isu pemilu 212. Dia hanya memastikan KPU mematangkan dua opsi yang ada sebelum menggelar rapat dengan DPR dan pemerintah.
"Kami sedang terus mempelajari dan menyempurnakan detail tahapan yang sudah kami usulkan," ujar Ilham.
Wakil Ketua Umum PPP, Arsul Sani, mengatakan, salah satu alasan pemerintah menolak tanggal usulan KPU karena tanggal tersebut khawatir ditunggangi kelompok tertentu.
Pasalnya, tanggal tersebut bisa menjadi simbol 212. Seperti diketahui, simbol 212 erat kaitannya dengan gerakan politik kelompok tertentu dalam beberapa waktu terakhir.
"PPP berpandangan, jika tanggal 21 Februari ini dikhawatirkan oleh pemerintah atau pihak manapun akan dipolitisir karena bisa disingkat '212' maka ya bisa dipertimbangkan 1-2 hari sebelum atau sesudahnya," kata Arsul saat dihubungi, Rabu (12/1).
Kendati begitu, kekhawatiran tersebut tidak bisa menjadi alasan agar Pemilu digelar bulan Mei sebagaimana usulan pemerintah. Menurut Arsul, kekhawatiran 21 Februari ditunggangi oleh kelompok tertentu terlalu berlebihan.
"Kekhawatiran politisasi karena asosiasi dengan gerakan 212 itu hal yang berlebihan dan cenderung mendegradasi kecerdasan pemilih kita," jelas Arsul.
Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, juga mengatakan bahwa argumentasi penolakan 21 Februari karena khawatir momen 212 tak berdasar dan berlebihan. Menurut dia, secara historis 212 bukan bulan Februari, melainkan bulan Desember.
"Jadi ini alasan yang hanya mengada-ada, sama sekali tak ada nilai substansi maupun teknis yang relevan sebagai justifikasi penolakan," ujar Kamhar.
Ia menduga pemerintah selalu mencari-cari alasan untuk menunda Pemilu, termasuk menciptakan "hantu politik 212" sebagai alasan. Hal ini, kata dia, sangat melecehkan akal sehat.
Kamhar menegaskan, Demokrat akan tetap mendukung usulan KPU soal jadwal Pemilu 2024 diselenggarakan pada 21 Februari. Menurut dia, pemilihan tanggal itu telah memperhitungkan secara matang dan mempertimbangkan berbagai aspek.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Luqman Hakim, menyebut sampai saat ini memang belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai penetapan jadwal Pemilu 2024. Ia memastikan masalah jadwal Pemilu ini akan dibahas dalam masa sidang kali ini.
"Kemarin rapim Komisi II memutuskan untuk menggelar raker dengan Kemendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP dalam masa sidang ketiga ini. Tanggalnya akan disesuaikan antara Komisi II dengan para mitra," ujar Luqman.
Mengenai polemik perbedaan jadwal Pemilu, Luqman berharap akan segera muncul jalan tengah antara pemerintah dan pihak penyelenggara. Prinsipnya, jadwal Pemilu harus disepakati antara pemerintah dan KPU.
"Prinsipnya, selama pemerintah dan KPU bersepakat tanggal tertentu dalam bulan Januari atau Februari atau Maret 2024 sebagai hari pemungutan suara Pemilu 2024, menurut saya akan sangat baik. Sehingga bangsa segera ini memiliki kepastian mengenai penyelenggaraan Pemilu 2024," jelas dia.
Sebelumnya, pemerintah, DPR, dan KPU tak kunjung menemui kata sepakat soal tanggal Pemilu Serentak 2024 dan Pilkada Serentak 2024. Rapat penentuan tanggal pemilu berkali-kali ditunda.
Tim bersama dari Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, dan KPU sempat mengusulkan pemilu digelar 21 Februari dan pilkada pada 27 November. Namun, usulan itu ditangguhkan karena Mendagri Tito Karnavian berkata pemerintah belum sepakat.
Saat perundingan masih berjalan, pemerintah mengajukan opsi baru, yaitu pemilu serentak pada 15 Mei 2024. KPU menyampaikan boleh saja tanggal pemilu diundur asal pilkada serentak juga diundur ke 2025.
Ketiga pihak belum juga sepakat hingga tahun berganti. Saat ini, di Senayan mulai muncul wacana pemilu serentak pada 15 Februari. Tanggal itu dipilih karena ada sebagian kelompok yang khawatir tanggal 21 Februari dipolitisasi menjadi 212, serupa dengan nama gerakan politik keagamaan.
Sumber: JPNN/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun