JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Desain surat suara masih akan mengalami satu kali masa uji sebelum ditetapkan secara resmi. Rencananya, desain tersebut menjadi salah satu bahasan dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi II DPR. KPU sudah mengusulkan RDP pada 16 Oktober. Sangat mungkin ada beberapa perubahan lagi dalam desain surat suara tersebut.
Pada uji publik 14 September lalu, KPU menyempurnakan desain berdasar masukan-masukan dari berbagai pihak. Misalnya, batas bawah kolom jangan hanya 1 sentimeter, tetapi lebih lebar. ’’Karena kalau pemilih nyoblos di nama terakhir paling bawah itu khawatir rusak,’’ ujar Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi.
Kemudian, desain surat suara pilpres yang sebelumnya ada garis pemisah di nomor, foto, dan nama paslon. Berdasar masukan yang ada, garis itu dihilangkan. Perubahan serupa dibuat untuk surat suara calon anggota DPD.
Keuntungan dari perubahan-perubahan tersebut adalah memudahkan KPU untuk sosialisasi. Pada pemilihan-pemilihan sebelumnya, sosialisasi pemungutan suara KPU selalu memunculkan sejumlah opsi pencoblosan yang bisa dinyatakan sah. Kali ini diyakini lebih sederhana. ’’Sepanjang (coblosannya) ada di dalam kolom, itu sah,’’ lanjutnya.
Desain tersebut urung disahkan karena belum melewati fase konsultasi di RDP. Ada sejumlah hal terkait desain yang bakal dikonsultasikan KPU. Di antaranya, ukuran panjang dan lebar surat suara. ’’Lalu, besar hurufnya, besar kolomnya, lebar antarkolom, kemudian besar logo setiap partai juga kami konsultasikan,’’ lanjutnya.
Termasuk di dalamnya warna tiap surat suara. Yang jelas, semangatnya memudahkan para pemilih untuk membedakan surat suara serta memilih partai dan kandidat yang diinginkan. Sementara itu, Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja mengingatkan bahwa bukan hanya desain yang perlu jadi perhatian. Distribusi surat suara juga perlu mendapat atensi tersendiri. Sebab, kali ini ada lima jenis surat suara. ’’Kami selalu ingatkan untuk berhati-hati agar (surat suara) tidak tertukar,’’ paparnya di Bawaslu, kemarin (10/10).
Potensi surat suara tertukar itu dinilai Bagja masih ada pada pemilu kali ini. Terlebih, pemilu dilangsungkan serentak dan setiap dapil mendapat surat suara yang berbeda. Kasus surat suara tertukar diharapkan bisa lebih diminimalkan. Selain itu, KPU harus menyiapkan rencana cadangan bila sewaktu-waktu terjadi kekurangan.
Mengenai desain, sejauh ini Bawaslu belum memberikan masukan kepada KPU. Hanya, lanjut Bagja, pihaknya mengingatkan agar desain surat suara juga ramah terhadap penyandang disabilitas. Soal warna surat suara, misalnya, ada beberapa warna yang tidak familier bagi mereka yang mengalami buta warna. Hal itu sebaiknya menjadi pertimbangan.
Saat ditanya mengenai penandaan caleg eks koruptor di surat suara, Bagja mengatakan bahwa Bawaslu secara kelembagaan belum satu suara. ’’Kami masih perdebatkan itu,’’ lanjutnya. Hanya, Bagja menyatakan lebih setuju bila identitas eks koruptor dipajang di TPS, bukan kotak suara. Sebab, pemilih yang awam dikhawatirkan justru mencoblos bagian yang ditandai.(byu/c15/lum/jpg)