JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pertemuan bersejarah di Singapura, Senin (11/6/2018), dilakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Pemimpin Tertinggi Korea Utara (korut) Kim Jong Un.
Hal itu menjadi sejarah karena kedua negara tersebut biasanya selalu menghiasi tensi panas antarnegara. Terkait itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah mengaku tak bisa memprediksi dampak apa yang terjadi pada Indonesia usai pertemuan kedua negara itu.
"Pertemuan ini adalah pertemuan yang sulit diberi analisis yang konvensional sifatnya. Pertama, karena kedua pemimpin ini dua-duanya pemimpin aneh," ujarnya kepada Wartawan, Senin (11/6/2018).
Dia menerangkan, keanehan itu karena belum mengetahui seperti apa sebenarnya watak Kim Jong Un. Pasalnya, selama ini Korea Utara memang negara tertutup. Demikian halnya Trump yang tiba-tiba menjadi sosok yang sangat terbuka.
"Dia (Kim Jong Un) jarang bicara. Dia jarang kiami lihat aktivitasnya karena sistem tertutup di Korut. Tapi Donald Trump aneh karena sangat terbuka. Dan keanehannya itu hari-harinya mewarnai media," tuturnya.
Dia pun khawatir bukan hanya motif menyepakati denukrilisasi saja dalam pertemuan itu. Namun, adanya motif lain yang berkembang dan dapat mengganggu negara lainnya, termasuk Indonesia.
"Kalau motifnya nanti kemudian berkembang kepada konsesi-konsesi tertutup itu bisa merugikan kami semua," tegasnya.
Di sisi lain, dia menduga Trump tengah melakukan cara untuk memperkuat kembali perekonomian AS yang mulai menurun. Dengan mendapatkan hati Korut, akan memuluskan langkahnya dalam perdagangan negaranya itu.
"Mungkin dia (AS) sudah pegang Korsel, kalau dia bisa reunifikasi lalu memegang Korut maka barang-barang produk dan jasa Amerika akan masuk melalui Korea Selatan," sebutnya.
"Maka semenanjung Korea kemudian akan berada di bawah AS, nah itu bisa membuat tensi ketegangan yang tinggi antara Amerika dengan Cina sebab selama ini Korut sudah didominasi oleh produk dan barang-barang jasa Cina," imbuhnya.
Ditambahkannya, dengan kondisi seperti itu, jika Indonesia tak berhati-hati, maka bukan tidak mungkin tanah air tercinta dapat menjadi korban.
"Nah perang dagang antara dua negara besar ini kalau Indonesia tidak mengerti posisinya, kami bisa rugi. Sebab, pada perang dagang dua negara ini, kami bisa jadi korban seperti terinjak di antara dua gajah," tuntasnya. (aim)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama