JAKARTA (RIAUPOS.CO) – KPU RI langsung menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA). Yakni, terkait pembatalan norma penghitungan kuota perempuan dan pengecualian jeda lima tahun bagi terpidana dengan pencabutan hak politik. Tindak lanjut itu dilakukan dengan meminta pendapat pakar.
Kemarin (2/10), ada lima pakar hukum tata negara dan hukum administrasi yang dimintai pendapat. Namun, rapat tersebut berlangsung tertutup. Lima pakar itu adalah Bayu Dwi Anggono (Universitas Jember), Umbu Rauta (Universitas Kristen Satya Wacana), Jimmy Z. Usfunan (Universitas Udayana), Agus Riewanto (UNS), dan Oce Madril (UGM).
Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, pihaknya meminta pendapat para ahli untuk memperoleh perspektif guna menindaklanjuti putusan MA. ’’Kami memandang penting untuk mendengarkan pendapat ahli,’’ ujarnya.
Pendapat para ahli akan dijadikan bahan KPU dalam mengkaji putusan tersebut. Dia mengakui, KPU belum bisa memutuskan kebijakan yang harus diambil. Yang jelas, Idham menampik spekulasi soal KPU yang tidak melaksanakan putusan hukum itu. ’’Kami paham bahwa putusan MA bersifat erga omnes atau final, dan kami akan segera menindaklanjuti,’’ imbuhnya.
Waktu untuk mengejar revisi PKPU sangat terbatas. Pekan ini, DPR RI sudah masuk ke jadwal reses yang bisa menghambat proses rapat konsultasi. Padahal, penetapan daftar calon tetap (DCT) tinggal sebulan lagi. Disinggung soal situasi tersebut, Idham menjawab normatif. ’’Ya, makanya kan prinsipnya berkepastian hukum,’’ tuturnya seraya pergi.
Sementara itu, muncul isu soal upaya partai politik yang meminta fatwa MA untuk mencari jalan keluar. Komisioner KPU RI Mochammad Afifuddin membenarkan isu itu. Namun, dia tidak memerinci partai mana yang dimaksud dan apa permintaannya ke MA.(jpg)