lain, dalam politik kemunculan orang yang tidak diduga biasanya menimbulkan efek kejutan. Fakta lain, ada kecenderungan sebagian masyarakat senang dengan tokoh baru, karena jenuh dengan tokoh-tokoh yang ada.
“Kemunculan orang yang tidak diduga-duga akan lebih berbahaya. Karena tidak pernah diprediksi sebelumnya. Saya kira kubu petahana patut khawatir jika UAS yang dipilih sebagai cawapres Prabowo,” ujar Ujang kepada jawapos.com (JPG), Kamis (2/8).
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini juga menyebut, UAS banyak disukai umat Islam. Fakta itu tentu memiliki efek yang luar biasa bagi kubu petahana. Karena itu, Ujang menilai, terbuka kemungkinan nama pendamping Jokowi bakal disesuaikan dengan pilihan cawapres Prabowo.
“Sepertinya begitu. Karena untuk membendung dukungan umat agar tidak tumpah ke kubu Prabowo. Selain itu juga untuk membendung politik aliran,” ujar pengajar di Universitas Al Azhar Indonesia ini.
Sementara itu pilihan figur calon wakil presiden pendamping Prabowo belum masuk dalam pembahasan. Meski begitu, nama-nama kandidat sudah masuk. Selain figur partai politik, dua nama figur non parpol juga masuk dalam pembahasan koalisi empat partai pendukung pencalonan Prabowo.
Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua DPP Partai Gerakan Indonesia Raya Ahmad Riza Patria saat dihubungi, Kamis (2/8). Riza menyampaikan, sampai saat ini koalisi Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Demokrat belum memastikan figur cawapres yang akan dipilih.
”Masih dalam posisi mengusulkan,” kata Riza kepada Jawa Pos (JPG).
Dalam posisi cawapres, Riza menyebut ada lima nama yang muncul dalam pembahasan. Lima nama itu merupakan usulan dari masing-masing koalisi, yang terdiri dari tiga figur dari parpol dan dua figur non parpol.
”PKS mengajukan Pak Salim (Salim Segaf Aljufri, red), Demokrat Pak AHY (Agus Harimurti Yudhoyono, red), PAN ada Pak Zul (Zulkifli Hasan, red), dari luar ada Ustaz Abdul Somad dan Pak Anies (Anies Baswedan, red),” ujar Riza. Munculnya nama Anies merupakan inisiatif Partai Gerindra, karena dinilai sebagai gubernur yang berprestasi.
Menurut Riza, pembahasan koalisi sudah mulai mengerucut pada penyeragaman visi misi dan platform. Riza menyebut dua hal itu merupakan fondasi awal, sebelum masuk ke pembahasan yang lebih krusial. ”Kami yakin koalisi ini solid,” tegasnya.
Di sisi lain, Ketua Badan Pemenangan Pemilu PAN Viva Yoga Mauladi menyatakan, figur yang diusung oleh PAN tetap satu nama, yakni Zulkifli Hasan sebagai cawapres pendamping Prabowo. Aspirasi ini akan ditegaskan kembali dalam Rakernas PAN yang berlangsung pada 6-7 Agustus di Jakarta.
”Rakernas akan menerima aspirasi dari DPW dan DPD, atau dari provinsi dan kabupaten/ kota tentang figur yang akan dicalonkan di pilpres 2019,” kata Viva kepada JPG.
Sementara Sekjen PKS Mustafa Kamal menegaskan partainya menjadikan rekomendasi Ijtima’ Ulama sebagai pegangan dalam proses pembahasan bersama koalisi. ”PKS kawal terus hasil rekomendasi Ijtima Ulama. Aspirasi umat dan ulama akan menjadi pegangan PKS dalam mengusung Capres dan Cawapres,”ujarnya.
Mustafa bersyukur bahwa hasil rekomendasi Ijtima’ Ulama beririsan dan sejalan dengan keputusan Majelis Syuro yang telah menetapkan 9 capres atau cawapres PKS. Mustafa Kamal menyatakan bahwa PKS tidak membuat opsi lain selain opsi yang sudah jadi rekomendasi Ijtima’ Ulama.
”Pilihan cawapres apakah nanti jatuh ke Habib Salim ataukah ke Ustadz Abdul Somad, bagi bangsa Indonesia, keduanya sama-sama baik. Patut sama-sama kita perjuangkan. Tentu kita akan teruskan dalam pembahasan di Majelis Syuro,” kata legislator asal Sumatera Selatan I tersebut.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan membenarkan bahwa Partai Demokrat telah resmi mengusulkan nama AHY, untuk dipertimbangkan sebagai cawapres. Menurut Syarief, seluruh parpol koalisi memang telah mengusulkan nama cawapres mereka masing-masing. ”Setelah diusulkan, kami serahkan ke Prabowo,” kata Syarief saat dikonfirmasi.(bay/tom/jpg)