POLITIK

Undang-Undang Pemilu Digugat Pansus Siap ke MK

Politik | Sabtu, 22 Juli 2017 - 16:46 WIB

Undang-Undang Pemilu Digugat Pansus Siap ke MK
Fadli Zon (Wakil Ketua Umum Partai Gerindra)

Dalam putusan, lanjutnya, MK sejatinya telah menyatakan bahwa ambang batas pencalonan presiden bagi parpol, tidak ada hubungannya dengan penguatan sistem presidensial. Sebaliknya, PT justru membelenggu presiden. Sebab, untuk bisa mencalonkan presiden, partai harus saling lobi dan tawar menawar dengan partai lainnya.

“Ini berakibat mempengaruhi jalannya roda pemerintahan di kemudian hari,” imbuhnya.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Parahnya, lanjut Irman, negosiasi itu pada kenyataannya lebih banyak bersifat taktis dan sesaat dibanding kepentingan strategis dan jangka panjang.

Oleh karena itu, dalam pemerintahan, presiden terpilih pada faktanya menjadi sangat tergantung pada koalisi partai politik yang mengusungnya. Akibatnya, dapat mereduksi posisi presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan.

Irman menilai, syarat ambang batas yang telah diputuskan DPR dan Presiden justru menyandera presiden yang berkuasa, dan melemahkan kekuasaan presidensial. “Ambang batas tersebut sesungguhnya ingin melanggengkan fenomena kawin paksa capres,” terangnya.

Selain itu, parpol yang memperoleh kursi di DPR pada pemilu 2014, tidak serta merta mendapatkan kursi lagi pada pemilu 2019. Sehingga intensi penguatan presidensial tidak linear terjadi. Justru menyandera dan melemahkan kekuasaan presiden itu sendiri yang sudah dipilih oleh rakyat.

Sementara itu, keputusan yang diambil oleh DPR mendapat apresiasi dari pemerintah. Presiden Jokowi menyatakan, akan terus mengikuti perkembangan yang ada di DPR terkait perkembangan RUU Pemilu.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook