JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Masa kampanye Pilpres 2019 terasa masih sepi. Pasalnya, belum semua peserta pemilu menuntaskan desain alat peraga kampanye (APK) yang akan digunakan menggaet pemilih. Yang tampak sudah selesai adalah tagline setiap peserta pemilu. Rata-rata simpel dan mudah diingat.
Paslon capres-cawapres nomor 01 menggunakan tagline Indonesia Maju di alat peraga APK. Nama yang digunakan adalah Jokowi-Amin. Angka 01 diwarnai putih dengan latar belakang berwarna-warni. Visi paslon masuk materi APK.
Misi paslon dibingkai dalam rangkaian heksagon dengan warna berbeda-beda. Foto paslon terpasang di pojok kanan bawah dengan mengenakan pakaian putih-putih.
Sementara itu, paslon nomor 02 tidak banyak mengumbar kata dalam desain APK-nya. Ciri khas garuda merah terpasang di sisi kiri atas, dibingkai dengan lambang padi di bawahnya. Di bawahnya tertulis tagline Adil Makmur Bersama Prabowo-Sandi.
Tulisan Prabowo-Sandi dibuat empat kali lebih besar dari frasa adil makmur. Di sisi kanan desain, terpasang foto paslon yang kompak mengenakan setelan jas dan peci hitam.
Desain dari kedua paslon itu dinyatakan sudah di-update dan lengkap. Artinya, sangat mungkin tidak akan ada perubahan lagi untuk desain tersebut. Untuk parpol, yang sudah berstatus di-update dan lengkap baru tujuh partai. Yakni, PKB, Gerindra, Garuda, PPP, PAN, Hanura, dan PBB. Meski demikian, tagline yang akan digunakan parpol masing-masing sudah ketahuan.
Komisioner KPU Hasyim Asy’ari yang memimpin jalannya pertemuan memastikan, sejauh ini tidak ada persoalan dalam desain yang disampaikan peserta pemilu ke KPU. ’’Sudah disesuaikan dengan peraturan yang ada,’’ terangnya seusai pertemuan. Tidak ditemukan unsur pelanggaran UU maupun Peraturan KPU dalam desain tersebut.
KPU dalam posisi memfasilitasi dan membiayai produksi alat peraga kampanye dalam bentuk billboard atau videotron dan baliho. Desainnya diserahkan kepada setiap peserta dan KPU hanya menentukan ukuran cetaknya. Peserta dipersilakan membuat desain yang sesuai dengan ukuran cetak yang ditentukan.
Hasyim menjelaskan, yang digarap KPU hanya APK untuk tingkat nasional, dalam hal ini terpasang di Jakarta. ’’KPU RI tidak menyiapkan untuk seluruh Indonesia,’’ lanjut Hasyim.
Sementara itu, di level provinsi, yang membiayai adalah KPU provinsi. Begitu pula di kabupaten/kota, KPU kabupaten/kota yang membiayai.
Meski demikian, KPU tidak bisa membiayai produksi APK secara maksimal. Karena itu, setiap peserta dipersilakan pula untuk memproduksi sendiri. Peserta pemilu boleh memasang maksimal 5 baliho dan 10 spanduk di tiap kelurahan/desa. Juga, maksimal 2 billboard atau videotron di tiap kabupaten/kota.
Hasyim mengingatkan, APK harus segera diproduksi. Karena itu, peserta pemilu diminta segera menuntaskan desain APK-nya.
’’Tujuh hari ke depan sampai 5 November harus sudah beres,’’ tutur mantan Kasatkorwil Banser Jawa Tengah itu. Melihat hasil pertemuan Senin (29/10), pihaknya optimistis para peserta bisa menyelesaikannya tepat waktu.
Yang terpenting, para peserta jangan sampai memasukkan materi terlarang ke bahan kampanye maupun APK yang akan dipasang. Tidak hanya soal melanggar aturan kampanye, tapi pemuatan materi terlarang itu juga bisa merugikan peserta pemilu sendiri. Ketika timbul kontroversi, akan jadi problem.
’’Klarifikasinya menjadi berkepanjangan sehingga kegiatan kampanye itu konsentrasinya menjadi buyar,’’ tambahnya.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu Mochammad Afifuddin menyesalkan lambannya parpol menyerahkan desain final APK.
’’Kami hitung sebenarnya kita sudah kehilangan ruang untuk menyosialisasikan partai 36 hari,’’ ujarnya. Itu terjadi di seluruh kabupaten/kota, juga di provinsi.
Tadinya Bawaslu hendak mendesak KPU untuk secepatnya memproduksi APK. ’’Ternyata memang sebagiannya belum klir di desain,’’ lanjutnya. Sebab, di sejumlah daerah mulai timbul gejolak. Ketika tidak tampak APK dari KPU, para peserta pemilu protes. Padahal, problemnya ada pada mereka sendiri.
Karena itu, dia mengingatkan partai untuk lebih cepat menyelesaikan desain APK agar KPU bisa segera memfasilitasi produksinya. Dengan demikian, ruang bagi peserta pemilu untuk menyosialisasikan diri bisa semakin baik.
”Hanya sedikit sekali (kabupaten/kota) yang sudah terfasilitasi. Bisa jadi karena hal-hal yang mau dicetak belum klir,” ucapnya. (byu/c10/fat)