Memaknai Kebahagiaan Peran dan Posisi saat Ini

Petuah Ramadan | Selasa, 18 April 2023 - 11:09 WIB

Memaknai Kebahagiaan Peran dan Posisi saat Ini
Dadang Syarif Sihabudin Sahid (Direktur Politeknik Caltex Riau) (ISTIMEWA)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Bagaimana sebenarnya kita memaknai sebuah kebahagiaan. Apakah sesuatu yang kita dapatkan di akhir atau posisi yang diraih pada saat di puncak. Sungguh sayang sebetulnya kalau dilihat seperti itu. Berada di akhir atau di puncak sifatnya sementara dan kadang tidak begitu lama. Sebagian dari kita sering mengorbankan banyak hal untuk menggapai puncak kebahagiaan. Padahal kita bisa mendapatkan itu, saat mendakinya. Artinya, setiap saat kita bisa menciptakan kebahagiaan-kebahagiaan yang tak terbatas, tidak kenal waktu dan tempat.

Lalu, bagaimana untuk mendapatkannya. Salah satu yang bisa diterapkan adalah seperti yang disampaikan oleh Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah. Secara ringkas dinyatakan bahwa tanda-tanda kebahagiaan seseorang itu ada tiga. Pertama, adalah apabila mendapatkan nikmat, maka ia akan mensyukuri nikmat tersebut. Kedua, apabila mendapatkan musibah ia akan senantiasa bersabar. Ketiga, apabila berbuat dosa, maka ia akan langsung bertaubat kepada Allah SWT.


Selalu bersyukur terhadap segala yang didapat sebagai nikmat dari Allah SWT merupakan salah satu kunci utama kebahagiaan. Mempunyai keluarga yang sholeh, lingkungan yang baik, rezeki yang halal, semangat untuk terus belajar, serta umur yang panjang merupakan nikmat bahagia yang tidak tergantikan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Syafi’i. Begitu juga dengan posisi atau peran yang kita dapatkan saat ini, dengan tidak melihat tinggi-rendah atau besar-kecilnya, sepanjang kita dapat mensyukurinya, Insya Allah akan menjadi kunci kebahagiaan.

Setiap orang yang hidup di dunia ini mempunyai posisi yang berbeda-beda. Satu sama lain membentuk sebuah sistem dan sinergi kehidupan yang saling mengisi dan melengkapi. Hakikatnya posisi ini tidak bisa diperbandingkan karena semua mempunyai kontribusi penting sesuai dengan perannya masing-masing. Namun demikian, soal posisi atau peran ini menjadi hal yang paling rentan untuk tidak disyukuri. Potensi membanding-bandingkan posisi saat ini dengan posisi yang berbeda atau dengan posisi orang lain sangat mungkin terjadi. Dalam pandangan sempitnya, orang seperti ini merasa akan bersyukur pada saat menggapai posisi yang dikehendakinya.

Penyakit hati seperti ketidakpuasan, rasa iri dengki, dan selalu menganggap posisi orang lain lebih enak menjadi penyebab luputnya bersyukur terhadap posisi yang diamanatkan. Bahkan, karena obsesinya kadang ada yang menggunakan berbagai macam cara untuk memperoleh posisi yang dikehendaki. Tetapi, nyatanya orang seperti ini akan selalu merasa tidak cukup dan tidak puas sehingga hidupnya tidak tenang.

Ada sebuah cerita menarik tentang obsesi mengejar posisi ini. Seorang tukang pemecah batu gunung merasa pekerjaannya sangat berat dan selalu kepanasan di tengah terik sinar mentari. Lalu dia berpikir begitu enaknya menjadi matahari yang bisa menerangi dan memanasi bumi. Tiba-tiba keinginannya dikabulkan, jadilah dia matahari.

Dengan perannya yang baru, dia sesukanya menerangi dan memanasi bumi. Akan tetapi ada satu saat dimana pandangannya kabur karena terhalang oleh awan dan penduduk bumi bersorak karena ada keteduhan. Mulailah dia berpikir untuk bisa menjadi awan, kelihatanya enak, bisa membuat manusia di bumi bahagia.

Ternyata, peran inipun dia tidak puas karena awan gampang hilang menjadi hujan dan terbawa angin. Muncullah keinginan menjadi angin yang bisa memindah-mindahkan sesuatu sesuka hati. Setelah menjadi angin semua benda bisa didorong serta digerakkan, kecuali sang gunung.

Obsesinya berubah lagi ingin menjadi gunung karena merasa kuat dan kokoh tanpa ada yang bisa menggerakkan atau memindahkan. Jadilah dia gunung. Tiba-tiba dia merasa sakit karena tubuhnya ada orang yang memukul-memukul. Ternyata tukang batu yang melakukannya. Akhirnya dia meminta kembali menjadi tukang batu.

Obsesi ternyata tidak lantas membuat kita menjadi puas. Seringkali kita terjebak pada pandangan bahwa rumput tetanggga lebih hijau dari tempat kita. Padahal dalam posisi yang berbeda, bisa jadi tetangga kita pun punya pandangan yang sama terhadap kita. Untuk itu, standar posisi dan peran kita tidak bisa diukur denga standar posisi orang lain. Apalagi kalau suka membandingkan jurang penderitaan kita dengan puncak kebahagiaan orang lain.

Terlalu jauh kesenjangannya. Ojo dibandingke kalau kata orang Banyuwangi. Lalu, bagaimana supaya bisa mensyukuri posisi yang diamanatkan kepada kita saat ini. Lakukanlah kebaikan dan hal terbaik pada posisi saat ini dengan penuh keikhlasan, di mana saja, kapan saja, dan pada siapa saja. Buatlah peran kita menjadi jauh lebih bermakna melebihi batas-batas posisi yang diberikan.

Sebagai contoh, seorang petugas kebersihan di suatu instutusi pendidikan tinggi misalnya. Peran dia bukan hanya sekedar membersihkan ruang kelas, toilet dan lain-lain sesuai standar yang diberikan supervisornya. Tetapi dia lakukan dengan sepenuh hati karena yakin bahwa dengan ruang kelas dan toilet yang bersih para dosen serta mahasiswa akan kondusif belajarnya.

Dengan suasana belajar yang kondusif maka akan lahir orang-orang baik dan lulusan-lulusan unggul yang bisa memberikan kebaikan bagi banyak orang. Jika semakin banyak orang baik, kehidupan manusia di dunia ini akan lebih baik. Jika dapat memaknai perannya begitu besar, maka akan banyak petugas kebersihan lainnya yang menunaikan tugasnya dengan ikhlas dan sepenuh hati.

Begitu juga dengan seorang yang bertugas melayani dan memfasilitasi administrasi staf lainnya. Tidak hanya sekedar bahwa layanannya selesai. Tetapi perannya bisa sangat bermakna dan bermanfaat lebih besar, jauh melebihi tupoksi pangkat dan golongannya. Dia akan melihat beban sebagai kesempatan dan modal.

Walau di waktu yang sempit "menjelang imsak", di luar jam kerja, dan di tengah permintaan yang bertubi-tubi, dia harus ekstra sabar karena dengan layanannya setidaknya membuat koleganya tenang. Namun lebih jauh dari itu, kebermaknaan posisi dia menjadi lebih besar karena banyak kolega yang terbantu administrasi pangkat misalnya.

Jika banyak staf pangkatnya naik, institusinya menjadi tambah besar. Jika institusi tambah besar tentu akan memberikan multiflier effect yang lebih besar lagi bagi lingkungannya.

Dua contoh peran yang disampaikan sebelumnya dengan pemaknaan peran yang lebih luas, merupakan wujud syukur yang hakiki pada nikmat yang diberikan pada posisi tersebut. Orang yang seperti ini akan berbahagia setiap kali peran dan kontribusinya bisa bermanfaat bagi orang lain. Posisi dia menjadi siginifikan, bukan hanya untuk dirinya, untuk koleganya, tetapi juga bagi institusinya.

Dengan tidak merasa posisinya yang paling penting, sejatinya dalam sebuah sistem yang baik, semua peran serta posisi adalah penting. Justru pengakuan ini yang paling penting. Membuat semua posisi yang ada begitu bermakna dan berperan penting  dalam mewujudkan kebaikan bagi banyak orang.

Jika semua orang yang berada posisi apapun dapat memaknai perannya masing-masing seperti pada contoh di atas, maka in sya Allah itulah adalah wujud syukur. Dan karenanya, pada suatu saat nanti, kita berharap, malaikat berkata, "Di surga ini hidup orang-orang yang bersyukur dengan posisisinya masing-masing, sehingga selalu bekerja dengan sepenuh hati, penuh kesabaran dan keikhlasan yang memberikan banyak manfaat bagi orang lain". Bukankah ini makna kebahagiaan yang hakiki.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook