EDYANUS HERMAN HALIM (ASSOCIATE PROFESSOR DI FEB UNRI)

Ramadan dan Pemulihan Ekonomi

Petuah Ramadan | Senin, 03 Mei 2021 - 09:58 WIB

Ramadan dan Pemulihan Ekonomi
Edyanus Herman Halim (Associate Professor di FEB Unri)

HANTAMAN pandemi Covid-19 telah membuat perekonomian Indonesia terjungkal cukup parah. Menurut penuturan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Indonesia (Riau Pos, 1 Mei 2021, hal 3) sebelum Covid 19 pertumbuhan ekonomi ditargetkan sebesar 5,3 persen. Namun realisasinya malah terpuruk dalam dengan pertumbuhan minus 2,7 persen. Ini berarti nilai tambah ekonomi yang menguap mancapai 8,8 persen yang bila diekuivalenkan dengan nilai rupiah mencapai 1.356 triliun rupiah.

Sebagian besar usaha ekonomi masyarakat bangkrut dan PHK terjadi di banyak sektor. Pelaku UMKM yang mampu bertahan hanya sekitar 6 persen. Padahal selama ini UMKM menjadi penyangga bagi menampung laju pertumbuhan angkatan kerja. Saat ini sector tersebut justru terpaksa menjadi penyumbang pengangguran karena banyaknya usaha-usaha mereka yang gulung tikar.


Dalam suasana seperti itu tangan pemerintah diharapkan dapat membantu sepenuhnya. Bukan tidak menunjukkan hasil sama sekali namun kinerja pemerintah mulai dari pusat sampai daerah masih sangat tidak memadai. Bahkan dalam kondisi rakyat yang terjepit itu masih ada saja oknum-oknum pemerintah yang tega berlaku curang. Bantuan social untuk menopang suksesnya penanggulangan pandemic Covid 19 pun djarah secara tidak bertanggung jawab.

Skema-skema kebijakan yang salah sasaran juga masih banyak terjadi. Belumlagi soal ketidak konsistenan kebijakan itu sendiri membuat masyarakat malah merasa bingung dan kehilangan pemandu yang mampu membawa mereka bangkit dan sehat. Keputusan-keputusan pemerintah dibuat dan kemudian dicabut kembali. Hal ini seperti menggambarkan betapa lemahnya kemampuan pemerintah mencari resultan dari tarik-menarik situasi yang terjadi. Kualitas oknum-oknum pengambil kebijakan terkuak ke permukaan dari cara-cara penanganan yang diimplementasikannya untuk membantu persoalan-persoalan pelik yang dihadapi rakyat.

Ke depan persoalan kemampuan pemerintah untuk mampu menjadi garda terdepan mengatasi pandemi Covid-19 ini bukannya akan bertambah baik. Anggaran negara dari sisi pengeluaran diperkirakan makin membengkak. Sementara dari sisi pendapatan justru akan mengalami penurunan. Pada periode 2019 ke 2020 pengeluaran pemerintah naik sebesar 12,3 persen sementara itu pendapatan malah merosot 16 persen. Akibatnya terjadi defisit hingga 6,1 persen dari Gross Domestic Product (GDP). Kemampuan pemerintah untuk berbuat bagi kepentingan rakyat akan melemah. Apalgi dengan mental birokrasi yang korup, membudayakan penguasaan daripada pelayanan, kurang inovatif, dan enggan belajar untuk mampu mengatasi persoalan serta kepekaan yang rendah dalam mencermati penderitaan rakyat sehingga penanganan-penanganan masalah rakyat menjadi kurang sinergis dan optimal.

Lalu apakah rakyat akan pasrah yang membiarkan dirinya tetap berada dalam situasi seperti memakan buah simala-kama, dimakan mati bapak, namun bila tak dimakan mati ibu? Persoalan kehidupan tentu menjadi tidak semakin sederhana. Berbagai aturan pemerintah membuat ruang gerak menjadi terbatas secara fisik. Ini memang tuntutan penting bagi pengendalian virus Covid-19. Di sisi lain, tanpa mobilitas maka penduduk akan menjadi kehilangan mata pencaharian. Pahitnya kehidupan tidak jarang pula menimbulkan tindakan yang kurang bertanggung jawab secara social kemasyarakatan. 

Tanpa sepenuhnya menggantungkan penyelesaian pada kebijakan pemerintah maka sudah sepantasnya semua komponen bangsa, khususnya umat Islam, untuk merenung dan menggunakan seoptimal mungkin momentum kehidupan yang ada di bulan Ramadan yang penuh berkah. Momentum kehidupan ini akan mengarah pada dua sisi, yakni ke dalam diri sendiri dan ke luar dirinya sebagai perwujudan hidup yang bersilaturrahim. Kedua sisi momentum ini akan memberi berkah sebagaimana yang telah dijanjikan Allah SWT.

Dalam tulisannya Nisa Mutia Sani (2019) menguraikan beberapa berkah yang dapat dipetik sempena momentum Ramadan ini.  Pertama, memperbanyak doa baik untuk diri sendiri maupun untuk keluarga dan orang lain. Ramadan memberi kesempatan bagi umat Islam untuk memperbanyak doa karena ada harapan besar selama bulan suci itu untuk dikabulkannya doa-doa kepada Allah SWT. Percaya akan hal tersebut maka akan mengurangi segala keluh kesah ketika cobaan hidup dalam masa pandemi ini semakin berat. Kesempatan itu tentu saja, dan tidak jarang, dapat menumbuhkan ide-ide baru dan inspirasi-inspirasi baru dalam mencari jalan keluar terhadap berbagai persoalan kehidupan.

Kedua, menghatamkan Alquran yang sudah pasti nantinya akan memperoleh ilmu pengetahuan dan berbagai jalan untuk mengarungi hidup dalam dunia yang fana ini. Dalam Al Baqarah ayat 185 Allah SWT berfirman, yang artinya; Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Itu berarti dalam bulan Ramadan ini merupakan momentum bagi umat Islam untuk mencari ilmu-ilmu dan petunjuk-petunjuk yang sesungguhnya akan dapat dipakai dalam menjalani kehidupan dan bangkit dari keterpurukan ekonomi maupun sosial. Ini adalah berkah yang tak ternilai harganya jika mampu meraihnya secara maksimal.

Ketiga, Salat Tarawih yang memang hanya ada di bulan Ramadan. Rasulullah SAW bersabda; Barang siapa yang menghidupkan malam bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Ini bermakna ada momentum membersihkan diri sehingga ke depan akan muncul kepercayaan diri untuk melangkah dan memperbaiki kehidupan. Betapapun pedihnya kehidupan yang menguak akibat Covid-19 ini, seharusnya muncul semangat baru yang menggelora untuk tidak terbelunggu dengan sejarah kepedihan hidup. 

Keempat, I’tikaf sebagai bentuk penyerahan diri yang total kepada Allah SWT sebagai penguasa alam semesta. Memperbanyak zikir dan istighfar dapat memunculkan kepercayaan diri bahwa dalam mengarungi kehidupan ada benteng amat tangguh yang akan melindungi. 

Kelima, memperbanyak berbuat kebaikan yang implementasinya bila dilaksanakan bersamaan akan menjadi kekuatan yang maha dahsyat. Tidak semua orang hidup dalam kemiskinan dan tidak semua orang ada dalam kekayaan. Namun, bukan berarti orang miskin tidak memiliki kesempatan berbuat kebaikan dan bukan berarti kebaikan hanya hak dari orang kaya.

Kelima, bersedekah sebagai wujud dari kecintaan kepada Rasulullah SAW. Ibnu Abbas RA berkata: Rasulullah(Muhammad SAW) adalah orang yang paling dermawan di antara manusia. Kedermawanannya meningkat saat malaikat Jibril menemuinya setiap malam hingga berakhirnya bulan Ramadhan, lalu Nabi membacakan al-Quran di hadapan Jibril. Pada saat itu kedermawanan Rasulullah SAW melebihi angin yang berembus. Inilah yang menjadi penekanan utama dari memanfaatkan keberkahan bulan Ramadan. Kemandirian umat Islam untuk menyelesaikan cabaran kehidupan justru seharusnya muncul dari kekuatan kebersamaan umat itu sendiri. Tidak seharusnya ada likuiditas ekonomi yang menumpuk. Likuiditas dan kekayaan itu hendaklah mengalir membasahi semua kerongkongan umat. Menyuburi sanubari kebersamaan yang solid untuk mematahkan semua belenggu. 

Momentum Ramadan dengan demikian seharusnya menjadi tonggak bersama untuk sama-sama keluar dari keterpurukan. Memulihkan perekonoian dengan memperbaiki kualitas kehidupan. Itu harus dikerjakan bersama. Mengoptimalkan berkah Ramadan harus dilekatkan dalam pada detak jantung dan hembusan nafas. Penguatan itu tidak hanya pada arah sisi dalam diri tetapi sangat penting untuk makin mematangkannya pada arah sisi luar keberadaannya sebagai insan ciptaan Allah SWT. Semoga.***
 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook