Ritual mandi Safar dilakukan pada bulan Safar tiap tahun penanggalan Hijriyah. Pengunjung mandi safar tidak hanya dari masyarakat Rupat Utara, tapi kerap kali juga dari Dumai, Bengkalis, hingga Karimun dan Batam. Dari Malaysia juga. Sebab, justru Malaysia lebih dekat. Mereka yang datang adalah yang memiliki ikatan keluarga atau yang sejak ayah dan nenek moyangnya pernah melakukan mandi safar di Rupat Utara. Pendatang Malaysia tak kalah banyak.
Zairi menuturkan, sehari sebelum ritual mandi safar, orang-orang Malaysia bahkan datang menggunakan kayak dengan penumpang hanya satu orang per kayak. Biasanya seratus kayak dikawal satu boat. Kadang ada beberapa rombongan.
“Waktu tempuhnya bisa delapan hingga sepuluh jam,” ujarnya.
Waktu tempuh kayak tunggal ini memang panjang karena menggunakan dayung. Waktu tempuh normal Port Dickson-Tanjung Medang hanya satu setengah jam menggunakan pompong bermesin. Kendati lama, tapi mereka bahagia dalam kebersamaan. Padahal, yang dilakukan hanya mandi-mandi biasa. Memang terdapat ritual tertentu yang dipusatkan di Pantai Tanjung Lapin, Desa Tanjung Medang. Tapi bisa juga di pantai lainnya. Jumlahnya yang fantastis. Garis pantai di sepanjang Rupat Utara bisa penuh karena mandi safar bisa dilakukan di sepanjang pantai 17 km ini. Angkanya bisa menembus puluhan ribu orang.
“Penuhlah Pak kalau ada mandi safar. Kampung kami tiba-tiba penuh. Jalan penuh,” ujarnya.
Jalur Gemuk TKI
Rupat Utara juga menjadi pintu masuk bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang ingin masuk ke Malaysia. Bahkan jalur Rupat Utara termasuk jalur gemuk. Kebanyakan tentu ilegal. Pintu masuknya ada di Port Dickson dan Port Klang. Jumlah yang diberangkatkan tiap malam juga terbilang fantastis, yakni mencapai 200 hingga 300 orang. Satu kapal pompong sepanjang 20 meter bisa mengangkut 100 TKI sekali jalan. Jika rombongan TKI datang, gelombang calon TKI ini bisa memenuhi desa-desa di Rupat Utara. Jumlah mereka bahkan melebihi jumlah penduduk desa. Desa Teluk Rhu, misalnya ketika itu hanya berpenduduk sekitar 500 jiwa. Pendatang TKI bisa berjumlah 1.000 hingga 1.500 orang. Sebagian besar mereka mengincar bekerja sebagai buruh kebun. Kebanyakan mereka datang dari Jawa, Madura, Sumbawa, hingga Nusa Tenggara. Masyarakat sekitar juga kerap menyediakan jasa inap, hingga makanan.