Tsunami Selat Sunda sudah berlalu. Tanjung Lesung yang porak-poranda oleh bencana kini terus berbenah. Pemerintah menyatakan aman dikunjungi. Kini tempat wisata di ujung barat Pulau Jawa itu siap menerima kunjungan wisatawan lagi.
(RIAUPOS.CO) -- SENJA di Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten, membuat betah berlama-lama di sana. Mataharinya bulat penuh. Warna oranye memantul ke pantai. Sore memang mulai beranjak malam.
Dari mesin pencari Google, diketahui bahwa matahari akan terbenam pada 18.03. Tapi, lumayan, sore itu (1/4), Jawa Pos Group (JPG) masih punya lima menit lagi untuk menikmatinya.
Begitulah pesona Tanjung Lesung. Pada 22 Desember lalu, kawasan wisata tersebut luluh lantak oleh tsunami. Korban jiwa akibat bencana itu juga mencapai ratusan. Namun, empat bulan berselang, Tanjung Lesung bangkit. Bisa dirasakan denyut wisata di sana mulai berdetak lagi. Selama dua hari tinggal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung, JPG mengamatinya dengan seksama wisata di sana.
Kawasan wisata tersebut diresmikan pada 2015. Potensi pariwisata yang dikembangkan beragam. Mulai pesona panorama pantai, keanekaragaman flora dan fauna, hingga eksotisme kekayaan budaya.
Di beberapa sudut kawasan tersebut memang masih terlihat puing-puing bangunan roboh. Namun, tak sedikit yang memulai pembangunan. Terasa sekali, bahwa kawasan itu ingin bangkit dari keterpurukan. Vice President Marketing Banten West Java Cynthia Ratna mengajak saya berkeliling ke kawasan Tanjung Lesung. Naik mobil. Sebab, luas kawasan itu mencapai 1.500 hektare.
Menurut dia, daerah yang terdampak rata-rata yang menghadap Gunung Krakatau. Namun, tidak semua di antara bangunan tersebut hancur. Kebanyakan yang rusak parah adalah yang menghadap pantai. Bangunan-bangunan di belakang-belakangnya masih aman. Cynthia juga mengajak saya ke Tanjung Lesung Cottage. Selanjutnya, dia menunjukkan area golf, calon bandara, dan beberapa tempat yang digunakan untuk hunian pribadi. Rupanya, sudah ada warga Australia yang membangun hunian di wilayah tersebut.
Di tengah perjalanan, mobil yang kami naiki seperti dicegat sekelompok kera ekor panjang. Menurut Cynthia, kami dan rombongan termasuk beruntung karena tidak semua orang bisa melihat pemandangan tersebut. Warga dan penggiat pariwisata di Tanjung Lesung memang pernah meninggalkan luka. Itu, antara lain, dialami General Manager Tanjung Lesung Resort Widi Widiasmanto. Dia ingat ketika sedang asyik berbincang dengan personel band Seventeen sebelum manggung di Tanjung Lesung. Percakapan malam itu begitu akrabnya. ”Saya sempat ketemu dan berfoto. Sekitar lima menit ke panggung, langsung lagu pertama itu suaranya enggak enak. Saya merasa ada yang tidak beres,” kenangnya.
Setelah menemui Seventeen, Widi menuju area restoran. Merasa speaker tidak beres, dia turun. Di sanalah tsunami menerjangnya. Dia terseret hampir 30 meter.
”Ombaknya warna hitam. Ada material yang terseret,” ujarnya.
Dia pasrah. Setengah sadar, Widi berusaha meraih pohon di pelataran cottage. Pohon itulah yang menyelamatkannya, tidak ikut ombak ke laut. ”Ada suara minta tolong. Saya ingat pegawai dan keluarga saya,” ucapnya